Purnawirawan TNI Minta Gibran Diganti, Ini Dia Jalan Konstitusi

Image 3
Salah satu gaya Gibran Rakabuming Raka dalam debat calon presiden di arena Pilpres 2024 yang lalu.

Jakarta, MNID. Ternyata benar, bahwa Presiden Prabowo telah menerima delapan tuntutan yang dikirimkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI beberapa waktu lalu. Forum ini tidak main-main, setidaknya mereka terdiri dari 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

Hal terakhir di dalam tuntutan itu berbunyi: Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, dalam keterangan di Istana Negara, Kamis kemarin, 24 April 2025, mengatakan bahwa Prabowo Subianto tengah mempelajari isi pernyataan itu, termasuk aspirasi agar Gibran Rakabuming Raka diganti.

“Tentunya presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, mempunyai kekuasaan yang tidak tak terbatas, ya. Artinya, kekuasaan beliau, terbatas juga. Dalam negara yang menganut trias politika, ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tidak bisa saling mencampuri di situ,” ujar Wiranto yang adalah mantan Menhan dan Panglima ABRI ini.

Wiranto juga mengatakan, Prabowo harus mendengarkan pandangan dari sumber-sumber lain mengenai hal-hal yang disampaikan Forum Purnawirawan TNI.

“Banyak bidang-bidang lain yang harus dipertimbangkan presiden sebelum mengambil keputusan,” masih kata Wiranto.

Prabowo memang tidak memiliki kewenangan mengganti Wakil Presiden di tengah jalan. Namun, secara konstitusi mengganti Wakil Presiden dimungkinkan.

Syarat dan mekanisme pemberhentian presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 7B UUD 1945.

Hal utama terlebih dahulu harus ada dugaan pelanggaran UUD 1945 yang diproses di DPR RI. Antara lain, tidak melaksanakan UU, melakukan korupsi kolusi dan nepotisme, melakukan pelanggaran HAM, juga melakukan perbuatan tercela.

Apabila 2/3 anggota DPR RI menyatakan wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran, maka keputusan DPR RI diserahkan ke MK. Bila MK juga menyetujui keputusan DPR RI itu maka MK proses pemberhentian Wakil Presiden akan dikembalikan ke DPR RI

Selanjutnya DPR RI meminta kepada MPR RI untuk melakukan Sidang Istimewa dengan agenda pemberhentian Wakil Presiden. Wakil Presiden secara sah diganti bila 2/3 anggota MPR RI yang terdiri dari anggota DPR RI dan DPD RI menyetujui hal itu.

Selengkapnya, Pasal 7B UUD 1945 berbunyi sebagai berikut:

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

 (4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

Perubahan III, 9 November 2001

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

*Perubahan III, November 2001

Berita Terkait

Berita Lainnya