Jakarta, MNID. Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) juga menyesalkan tindakan Kejaksaan Agung yang menetapkan Direktur JAKTV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka terkait sejumlah kasus korupsi. Tian dituduh bekerja sama dengan pengacara tiga perusahaan dalam kasus ekspor CPO.
Dalam siaran pers nomor PR-331/037/K.3/Kph.3/04/2025, Kejagung menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus ini. Ketiganya adalah Junaedi Saibih (JS) dan Marcela Santoso (MS) serta Tian Bahtiar (TB). Mereka diduga melakukan permufakatan jahat untuk mengganggu penanganan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor CPO yang melibatkan tiga korporasi, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Ketika itu, kasus ini sedang ditangani Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Kejagung menilai bahwa para tersangka berupaya membuat narasi negatif melalui publikasi sejumlah berita untuk mengganggu konsentrasi penyidik. Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 21 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU 20/2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dalam siaran pers tersebut, Kejagung menjadikan sejumlah topik pemberitaan yang dipublikasikan oleh Perusahaan Media Jak TV sebagai alat bukti yang disita. Sejumlah konten publikasi pemberitaan tersebut telah dihapus dan sudah tidak dapat diakses oleh Publik.
Publikasi Pemberitaan Media yang dinilai digunakan oleh aparat penegak hukum sebagai alat untuk merintangi dan menghalangi proses hukum (obstruction of justice) tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi para jurnalis, perusahaan media serta kelompok masyarakat sipil lainnya.
Penghalangan proses hukum (obstruction of justice) harus merupakan tindakan secara langsung/material menghalangi penyidikan, penuntutan dan persidangan. Pemberitaan, opini publik, penyampaian pendapat di muka umum jelas bukanlah tindakan perintangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi. Fokus atau tidaknya Konsentrasi penyidik akibat membaca pemberitaan media dan penilaian masyarakat dalam kinerja penanganan perkara jelas tidak berhubungan dengan penyidikan dan penuntutan, juga tidak menghalangi penyidikan dan penuntutan. Kami melihat terdapat kesewenang-wenangan kekuasaan di sini.
Konten publikasi yang dimaksud sebagai alat bukti harus bisa diakses publik dan pihak-pihak terkait seperti Dewan Pers agar dapat dinilai apakah konten tersebut melanggar kode etik jurnalistik atau kritik terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
KKJ dalam keterangan yang diterima redaksi MNID pada Rabu pagi, 23 April 2025, mengatakan, pemberitaan media harus dipandang sebagai tindakan pengawasan yang wajar dijalankan masyarakat sipil sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia sehingga tidak dapat dikenakan delik pidana apapun.
Selain itu, UU 40/1999 Tentang Pers memiliki mekanisme penyelesaian sengketa Pers yang harus dilalukan melalui Dewan Pers. Ketentuan ini bahkan juga tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Republik Indonesia nomor 01 /DP/MoU/II/2019 dan nomor KEP.040/A/JA/02/2019 tentang Koordinasi dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers, dan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat serta Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia.
Dalam Pasal 2 MoU itu disebutkan lingkup kegiatan termasuk melakukan koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dalam mendukung bidang Penegakkan hukum dan perlindungan kemerdekaan Pers, serta pemberian keterangan Ahli dari Dewan Pers.
Komite Keselamatan Jurnalis dideklarasikan di Jakarta, 5 April 2019 untuk mengadvokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis. Saat ini komite beranggotakan 11 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu; Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).