Jakarta, MNID. Presiden Prabowo telah menerima sebuah dokumen penting dari kelompok Purnawirawan TNI. Dokumen itu berisi delapan butir pernyataan sikap yang ditandatangani 330 purnawirawan perwira tinggi dan menengah pada Februari 2025 lalu.
Delapan butir pernyataan itu kembali dibacakan dalam “Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan Tokoh Masyarakat” yang digelar di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis, 17 April 2025.
Pertemuan ini dihadiri ratusan purnawirawan dari tiga matra TNI, serta para tokoh masyarakat sipil. Dari jajaran purnawira termasuk mantan Komandan Korps Marinir Letjen TNI (Purn) Suharto, mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Hanafi Asnan, mantan Wakil Panglima TNI Jenderal Purn Fahrur Razie, Brigjen purn H Porernomo, Brigjen purn mar Bastian Umar, dan lain-lain. Tampak pula sejumlah tokoh sipil seperti Roy Suryo, Rizal Fadillah, Refly Harun, dan Said Didu.
Isi utama dari pernyataan itu antara lain mendesak pemerintah kembali ke UUD 1945 naskah asli, menghentikan proyek strategis nasional (PSN) yang dinilai merugikan rakyat seperti Rempang, menolak tenaga kerja asing asal Tiongkok, dan mendorong reshuffle kabinet guna membersihkan pengaruh rezim sebelumnya.
Dukungan terhadap Prabowo Subianto ditegaskan, namun dengan syarat: bebas dari bayang-bayang Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan tidak menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai simbol kelanjutan oligarki keluarga.
Dalam silaturahmi, sikap keras disampaikan, antara lain, oleh Letjen TNI (Purn) Suharto, yang menegaskan bahwa para purnawirawan mendukung penuh pemerintahan Prabowo, asalkan tidak lagi terkooptasi oleh pengaruh Jokowi.
“Kami mendukung Prabowo asal tetap pada jalurnya, jangan dipedulikan lagi itu Jokowi,” ujar Suharto. Ia bahkan menilai Jokowi tidak memiliki kiprah dan keringat untuk republik. “Track record-nya untuk negara itu apa? Keringatnya untuk negara itu apa? Tidak ada,” ujar Suharto.
Suharto juga mengaku tak bisa menghormati Gibran Rakabuming yang dianggap terlalu muda dan tidak punya pengalaman kenegaraan. “Belum sampai umur 40 sudah saya beri hormat, gitu? Tak mau saya,” ujarnya. “Saya masuk Akabri tahun 1965, saat bapaknya plitur aja mungkin belum.”
Mantan Wakil Panglima TNI dan eks Menteri Agama, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, juga menyampaikan keprihatinan atas kedekatan Prabowo dengan Jokowi. Ia mengingatkan bahwa dukungan Jokowi dalam pilpres lalu bukan murni demi bangsa.
“Beliau membantu bapak (Prabowo) bukan karena sayang, tapi karena mau menjadikan anaknya wakil presiden,” ujar Fachrul. “Pak, lain kali enggak usah lah hormat-hormat banget. Sedeng-sedeng aja, pak.” Fachrul bahkan menyebut bahwa kerusakan negara hari ini adalah warisan dari masa pemerintahan Jokowi, dan Prabowo seharusnya tidak merasa berhutang budi.
“Yang berjasa itu Bapak, bukan beliau. Negara ini rusak karena ditinggalkan beliau, dan sekarang Bapak yang memperbaiki,” kata dia.
Dalam forum itu, Brigjen TNI (Purn) Hidayat Poernomo, yang dikenal sebagai tokoh militer reformis, juga bicara lantang. Ia menyoroti pentingnya kembali ke semangat konstitusi dan menghindari jebakan kekuasaan yang menyimpang dari amanat rakyat.
“Kita harus kembali ke UUD 1945 naskah asli, yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat dan menempatkan kekuasaan dalam sistem checks and balances,” ujar Hidayat. Ia memperingatkan bahwa bangsa ini sedang berada di ujung simpang jalan antara reformasi sejati dan kemunduran konstitusional.
Delapan sikap purnawirawan TNI adalah:
1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai dasar tata negara.
2. Dukungan terhadap Kabinet Merah Putih dan Asta Cita, kecuali pembangunan IKN.
3. Penghentian proyek PSN Rempang dan sejenisnya.
4. Pengusiran tenaga kerja asing asal Tiongkok.
5. Penertiban pertambangan ilegal dan ekspor sumber daya sesuai Pasal 33 UUD 1945.
6. Reshuffle kabinet, membersihkan pengaruh loyalis Jokowi.
7. Pengembalian Polri ke bawah Kemendagri.
8. Usulan penggantian Wapres ke MPR akibat cacat hukum putusan MK.
Pernyataan itu telah diteken 330 perwira purnawirawan, termasuk nama-nama besar seperti Tyasno Sudarto, Fachrul Razi, Slamet Soebijanto, dan Hanafi Asnan. Keseluruhan dokumen itu juga diketahui dan disahkan oleh Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, mantan wakil presiden RI.
Purnawirawan TNI menjelaskan, pernyataan sikap ini bukan hanya catatan sejarah, tapi pesan moral dan politik dari generasi militer yang menolak tunduk pada oligarki baru. Mereka menyuarakan kembali sumpah dan janji pada republik: untuk menjaga kedaulatan, bukan kekuasaan keluarga.
Kini, bola ada di tangan Prabowo, apakah akan memilih berdiri sendiri sebagai negarawan, atau tetap dalam bayang mantan presiden yang telah selesai masa baktinya.