Jakarta, MNID. Kejaksaan Agung bergerak cepat. Setelah meringkus mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini menjadi Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, tim penyidik gedung bundar menetapkan tiga anggota majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memberi vonis ontslag van alle rechtsvervolging atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum dalam kasus CPO.
Ketiga “wakil Tuhan” itu adalah Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto.
Dalam keterangannya, Senin dinihari, 14 April 2025, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan, ketiga hakim itu terbukti bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta, dua pengacara yakni Marcella Santoso dan Ariyanto, serta panitera muda Wahyu Gunawan.
Disebutkan bahwa Ariyanto Bakri, pengacara korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, menghubungi panitera muda Wahyu. Dia meminta bantuan agar Wahyu membereskan kasusnya.
Selanjutnya Wahyu menyampaikan permintaan bantuan itu kepada Wakil Ketua PN Jakarta Pusat M. Arif Nuryanta.
Arif Nuryanta segera pasang tarif Rp 60 miliar untuk dibagikan kepada ketiga anggota majelis hakim yang menangani perkara itu.
Selanjutnya, menurut keterangan Qohar, setelah pembacaan vonis ontslag, Nuryanta menyerahkan uang senilai Rp 4,5 miliar dalam pecahan dolar AS kepada hakim Djuyamto dan hakim Agam Syarif Baharudin.
Setelah itu masih ada lagi penyerahan uang tahap dua senilai Rp 18 miliar kepada Djuyamto. Dari Djuyamto, uang itu didistribusikan kepada dua hakim lainnya.
Dari catatan Qohar, Djuyamto mendapatkan “uang jasa” sebesar Rp 6 miliar, Agam Syarif menerima Rp 4,5 miliar, dan Ali Muhtaro menerima senilai Rp 5 miliar.
Permainan tiki taka dari jaringan hakim nakal itu berbuah vonis bebas untuk tiga korporasi yang menjadi terdakwa, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.