60 Tahun Persahabatan Abadi: Mengenang Kunjungan Bersejarah Kim Il Sung ke Indonesia

Image 3

Oleh: Teguh Santosa, Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-RRDK

PRESIDEN Sukarno mengundang Presiden Kim Il Sung ke Indonesia ketika ia  berkunjung ke Pyongyang bulan November 1964. Momen yang diambil adalah Peringatan 10 Tahun Konferensi Asia Afrika. Jadwal semula, Presiden Kim Il Sung akan datang pada 7 April 1965, tetapi ternyata mundur menjadi 10 April 1965.

Pada hari kedatangan, semua harian Indonesia memuat riwayat hidup Presiden Kim Il Sung di halaman depan. Ibu Kota Jakarta bersolek. Di jalan-jalan dan perempatan terpampang foto Presiden Sukarno dan PM Kim Il Sung, semboyan- semboyan “Hidup Yang Mulia Presiden Kim Il Sung”, “Hidup Yang Mulia Presiden Sukarno”, ”Hidup Persahabatan antara Rakyat Indonesia dan Korea”.

Bahkan ada baliho besar yang menampilkan rantai belenggu imperialisme dan kolonialisme putus di bawah telapak kaki Chollima dan Banteng.

Suasana Lapangan Terbang Kemayoran lebih meriah lagi. Ratusan ribu orang yang terdiri atas pelajar, anggota partai, ormas, dan masyarakat umum berjejalan tak sabar menunggu kedatangan tamu dari Korea. Di mana-mana terlihat foto dua pemimpin dan spanduk-spanduk yang antara lainbertuliskan “Menyambut Presiden Kim Il Sung dan rombongan”, dan "Hidup Persahabatan Rakyat Indonesia dan Korea”.

Pesawat Presiden Kim Il Sung mendarat siang hari pukul 13.10 dengan dikawal satu skuadron pesawat tempur Angkatan Udara Republik Indonesia. Presiden Kim Il Sung yang mengenakan setelan jas abu-abu dan topi putih dengan wajah berseri-seri turun dari pesawat. la segera berangkulan mesra dengan sahabatnya Presiden Sukarno.

Dalam kunjungan ke Indonesia, Kim Il Sung disertai oleh para pejabat tinggi Korea, antara lain Menteri Luar Negeri Pak Song Chol. Ada seorang anggota delegasi yang istimewa, yaitu putra sang pemimpin, Kim Jong Il, yang saat itu masih muda usia. Kunjungan ini layak dicatat karena dalam sejarah Korea, baru Indonesia yang mendapat kehormatan didatangi dua pemimpin itu secara berbarengan.

Setelah lagu kebangsaan dikumandangkan, dan Presiden Kim Il Sung menerima penghormatan militer dentuman meriam 21 kali, ia diperkenalkan kepada para pejabat Indonesia.

Dalam pidato sambutannya di Kemayoran, Bung Karno antara lain menyatakan selamat datang kepada tamu agungnya dan bahwa Indonesia saat itu sedang berjuang sehebat-hebatnya membangun dunia baru tanpa penindasan. Presiden Kim Il Sung dalam pidato balasannya mengatakan bahwa Korea siap bahu-membahu dengan Indonesia dalam perjuangan bersama. Selain itu, ia menyatakan kegembiraannya akhirnya bisa datang ke Indonesia yang indah dan bisa melihat hasil-hasil pembangunannya.

Selepas pidato, tamu negara berjalan menuju mobil melewati Gapura Bhineka Tunggal Ika, barisan gadis Indonesia yang mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah Nusantara. Sang Presiden juga mendapatkan kalungan bunga melati dari seorang gadis.

Kedua pemimpin memakai satu mobil menuju Istana Negara. Di sepanjang jalan ribuan rakyat berjejalan menyambut. Mereka ingin melihat langsung wajah pemimpin mereka dan tamunya. Bahkan, beberapa orang tak tahan merangsek maju. Melihat ini kedua pemimpin itu tersenyum lebar dan melambaikan tangan. Rakyat membalasnya dengan teriakan “Hidup Bung Karno", “Hidup Presiden Kim Il Sung”, dan “Ganyang Imperialis”.

Sore hari itu juga Presiden Kim Il Sung dan rombongan melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Sukarno. Dalam acara ini, pemerintah Indonesia memberikan penghargaan Bintang Republik Kelas 1 kepada Presiden Kim Il Sung dan Bintang Republik Kelas 2 kepada Menteri Luar Negeri Pak Song Chol. Adapun beberapa delegasi Korea lain memperoleh Bintang Mahaputra Kelas 2, termasuk Dubes RRDK untuk Indonesia.

Acara di Istana Negara dimeriahkan oleh pertunjukan kesenian berupa tari-tarian Indonesia seperti Tari Kipas dan koor lagu Maju Tak Gentar. Para tamu memberikan aplaus ketika seniman Indonesia menyanyikan lagu Jenderal Kim Il Sung dalam bahasa Korea yang baik.

Seperti halnya lawatan Sukarno di Korea, kunjungan Kim Il Sung ini pun ditandai intensitas pertemuan keduanya. Pada hari pertama, setelah acara pemberian bintang, malam harinya langsung digelar jamuan makan malam kenegaraan. Dalam kesempatan ini, Presiden Sukarno antara lain menyatakan kekagumannya atas produksi beras Korea dan kedisplinan pandu di negara itu. Sementara itu, Kim Il Sung menekankan pentingnya peran Indonesia dalam membangun solidaritas Asia-Afrika.

Presiden Kim Il Sung dan rombongan menghabiskan sepuluh hari di Indonesia. Agar kunjungan tamu-tamu Korea semakin semarak, di Jakarta diselenggarakan pekan film RRD Korea.

Presiden Kim Il Sung memiliki jadwal yang padat selama di Indonesia. Berbagai acara diikutinya, antara lain tabur bunga di Taman Makam Pahlawan Kalibata, pidato di Akademi Ilmu Sosial Ali Archam dengan judul “Tentang Pembangunan Sosialis di Republik Rakyat Demokratik Korea dan Revolusi Korea selatan”, dan kunjungan ke Bandung untuk Peringatan 10 tabun Konferensi Asia Afrika.

Seperti halnya di Kemayoran, kedatangan Presiden Kim Il Sung di lapangan terbang Bandung juga disambut gegap gempita. Presiden Kim Il Sung juga hadir dalam pembukaan sidang ketiga MPRS. Dalam acara ini, Presiden Sukarno sekali lagi menyatakan kekagumannya kepada Korea yang berhasil membangun perekonomian yang mandiri.

Seusai sidang, tamu negara diajak berkeliling Kota Bandung. Di sepanjang jalan, rakyat berdiri mengelu-elukan tamu negara. Di balaikota, begitu Presiden Kim Il Sung turun dari mobil seorang anggota pramuka maju memasangkan dasi, lencana, dan topi pramuka kepada Presiden Kim Il Sung. Malam harinya digelar pertunjukan kesenian khas Jawa Barat.

Perjalanan pulang ke Jakarta dilakukan keesokan harinya dengan jalur darat. Rencananya, mereka akan bermalam di Istana Bogor. Para tamu sempat singgah sebentar di Istana Cipanas, bersantai dengan gadis-gadis remaja yang berpakaian warna warni. Di Puncak, tepatnya di Riung Gunung, rombongan berhenti sejenak. Presiden Kim Il Sung tak menutupi kekagumannya atas pemandangan yang indah di hadapannya.

Presiden Kim Il Sung menginap satu malam di Bogor. Di Kota Hujan ini pula Presiden Kim Il Sung menerima ribuan pelajar dan pramuka. Seperti biasa, selain jamuan, digelar juga pertunjukan kesenian. Lagu yang dibawakan kala itu antara lain “Waktu Potong Padi”, sementara tariannya adalah “Tari Tenun” dan “Onghaeya dari Korea”. Di akhir pertunjukan, seniman dari dua negara menyanyikan lagu “Jenderal Kim Il Sung” dan “Bung Karno Siapa yang Punya”.

Dari sekian acara di Bogor, yang kemudian menjadi highlight adalah kunjungan ke Kebun Raya Bogor. Seperti dituliskan di bagian awal, kunjungan tersebut akhirnya menjadi sangat bersejarah karena bunga Kimilsungia. Kelak kemudian hari, bila ada orang Korea, baik pejabat tinggi maupun masyarakat biasa, datang ke Indonesia, mereka selalu menyempatkan mengunjungi Bogor.

Presiden Kim Il Sung juga mengadakan jamuan balasan kepada Presiden Sukarno pada 14 April 1965. Pada akhir jamuan, tim kesenian Korea tampil menghibur undangan. Dalam pidato mereka, sekali lagi dua pemimpin menegaskan kedekatan batin rakyat Korea dan Indonesia dan menyatakan tekad mereka untuk bekerja bersama membangun kedua negara dan melawan imperialisme.

Kunjungan Jenderal Kim Il Sung ke Indonesia menjadi lebih istimewa lagi karena hari ulang tahunnya yang ke-53 dirayakan di Indonesia. Pada pagi 15 April 1965, Bung Karno mendatangi Gedung Tamu Negara untuk memberikan ucapan selamat. Hal- hal semacam inilah yang mungkin secara protokoler kurang lazim, tetapi justru menunjukkan betapa dekatnya mereka. Hari bahagia itu menjadi lebih menyenangkan setelah Bung Karno memberi tahu bahwa pemerintah Republik Indonesia dan Komisi Pemberian Gelar Universitas Indonesia sepakat memberikan gelar Doktor Honoriscausa dalam bidang Keinsinyuran kepada Presiden Kim Il Sung.

Upacara penganugerahan gelar dilangsungkan di Istana Negara pada sore harinya. Seperti biasa, di sepanjang jalan menuju istana, berjajar rakyat yang mengelu-elukan tamu negara dengan meneriakkan “Hidup Presiden Kim Il Sung”. Di depan Istana Negara, berjejer gadis-gadis cantik dengan pakaian adat berbagai suku.

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro menyatakan bahwa gelar Doctor Honoriscausa ini hanya diberikan kepada orang yang telah memberikan jasa luar biasa bagi umat manusia dan ilmu pengetahuan. “Hari ini kami mendapatkan kehormatan yang luar biasa bisa memberikan gelar ini kepada Yang Mulia Presiden Kim Il Sung,” kata Soemantri.

Catatan penting lain dari kunjungan Presiden Kim Il Sung adalah pertemuannya dengan para pemimpin negara lain yang datang untuk Peringatan 10 Tabun Konferensi Asia-Afrika. Di antara mereka adalah Presiden RRC Chou En Lai, Presiden Vietnam Pham Van Dong, Pangeran Shouphanovong dari Laos, dan Pangeran Shihanouk dari Kamboja. Pertemuan dengan Shihanouk merupakan kali pertama bagi Presiden Kim Il Sung dan menjadi awal hubungan pribadi mereka yang erat.

Presiden Kim Il Sung meninggalkan Indonesia pada 20 April 1965. Seperti halnya saat kedatangan, ratusan ribu orang juga berdiri di jalan mengelu-elukan Presiden Kim Il Sung. Upacara pelepasan tamu negara dilangsungkan di Lapangan Terbang Kemayoran. Hebatnya, para tamu negara yang lain seperti PM China Chou En Lai dan Pangeran Shihanouk ikut melepas.

Rupa-rupanya, Bung Karno belum rela betul melepas sahabatnya. Sampai-sampai dalam pidatonya ia berujar, “Kalau tidak takut dianggap lancang, ingin saya membanderol roda-roda pesawat agar sahabatku Yang Mulia Kim Il Sung masih berada di sini.”

Perasaan serupa pun melanda Kim Il Sung. Setelah berjabat tangan, ia memeluk erat Bung Karno. la kemudian menyalami para pemimpin berbagai negara dan melambaikan tangan kepada para pengunjung yang memenuhi Kemayoran. Pukul 09.30, pesawat meninggalkan landasan. Seorang pemimpin besar sekaligus sahabat telah pulang ke negaranya, tetapi kesan yang ditinggalkan terpatri selamanya di hati rakyat Indonesia.

Berita Terkait

Berita Lainnya