Darmansjah Djumala: Jamaah Islamiyah Sudah Dibubarkan, Masyarakat Harus Tetap Waspada

Image 3
Kelompok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Bidang Kerjasama Internasional, Dr. Darmansjah Djumala

Jakarta, MNID. Walau Jamaah Islamiyah (JI) sudah membubarkan diri, masyarakat Indonesia harus tetap waspada akan perkembangan ideologi ekstremis.

Hal ini disampaikan Dr. Darmansjah Djumala, Kelompok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Bidang Kerjasama Internasional usai panel diskusi “Global Terrorism Index 2025: Findings and Lessons Learned for Indonesia” yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Institute for Economics and Peace (IEP), dan BNPT, Jumat, 11 April 2025.

Diskusi yang dihadiri kalangan diplomatik, akademisi dan lembaga studi tereebut membahas laporan yang disusun oleh Global Terrorism Index (GTI)  yang memuat analisis dan data terkait isu terorisme, perkembangan dan rekomendasi kebijakannya.

Dalam sambutan tertulisnya, Kepala BNPT, Komjen Pol. Eddy Hartono, yang diwakili oleh Deputi I Bidang Kerjasama Internasional, Andhika Chrisnayudanto, mengatakan berdasarkan data tren dan pola terorisme global yang disajikan dalam GTI menunjukkan bahwa ancaman terorisme masih terus ada di berbagai kawasan di dunia.

Ditegaskannya, GTI telah dirujuk oleh Bappenas dan dicantumkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan RPJMN 2025-2029, sebagai indikator efektifitas penanggulangan terorisme di Indonesia.

Dalam keterangan persnya, Dr. Djumala secara khusus menggarisbawahi inisiatif pimpinan JI, afiliasi Al Qaeda (AQ) terbesar di Indonesia, yang pada Juni 2024 mengumumkan pembubaran organisasi mereka untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Dikatakannya, pembubaran organisasi tersebut pantas diapresiasi.

Namun demikian, pemerintah tetap harus waspada terhadap kemunculan kembali paham radikalisme mereka.

Sejauh ini mantan anggota JI yang sudah kembali ke tengah-tengah masyarakat diperkirakan berjumlah 1.400 orang (Antara, 23 Desember 2024).

Dalam kaitan inilah, Dr. Djumala, yang pernah bertugas sebagai Dubes di Austria dan PBB di Wina yang menangani isu terorisme, menunjuk perlunya mantan anggota JI tersebut diikutkan dalam program pembinaan dan program deradikalisasi BNPT agar meninggalkan paham radikal melalui tahapan rehabilitasi, reedukasi dan reintegrasi sosial.

Pada bagian lain, Dubes Djumala menyoroti perkembangan isu terorisme di kawasan Asia Selatan, khususnya terkait dengan isu pengungsi Rohingya.

Diingatkannya, pada pertemuan Joint Working Group (JWG) Kerja Sama Penanggulangan Terorisme ke-6 antara Indonesia-India, 23 Agustus 2024, Delegasi India mendeteksi  adanya tindak terorisme yang dilakukan oknum Islam radikal dari Bangladesh yang ditengarai mempunyai jaringan dengan pengungsi militan Rohingya.

Data GTI 2025 mengungkapkan pada 2024 Asia Selatan merupakan kawasan yang menempati score rata-rata tertinggi tindakan terorisme dalam satu dekade terakhir.

Sedangkan UNHCR per Mei 2024  mencatat jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia sebanyak 2.026 orang pengungsi Rohingya yang tersebar di Aceh, Medan dan Makassar.

“Sebagai langkah pre-emptive, baik kiranya jika Indonesia, India dan Bangladesh bekerja sama dalam  pertukaran informasi jaringan terorisme, khususnya yang terkait dengan pengungsi Rohingya. Kerjasama ketiga negara tersebut diharapkan dapat menekan potensi terorisme di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara sejak dini”, demikian tutup Dubes Djumala.