Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
SUDAH lama tidak terdengar kabar tentang Kereta Cepat Jakarta Bandung yang sudah beroperasi sejak 2023.
Yang pasti, kondisi Kereta Cepat Jakarta Bandung tahun lalu tidak menggembirakan sama sekali. Kondisinya tidak baik-baik saja. Sedang berdarah-darah.
Investasi dan Pinjaman
Biaya investasi proyek kereta cepat awalnya disepakati 6,02 miliar dolar AS. Kemudian biaya proyek membengkak (cost overrun). Tidak tanggung-tanggung, cost overrun mencapai 1,2 miliar dolar AS. Sehingga total biaya investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung mencapai 7,22 miliar dolar AS. Luar biasa.
75 persen dari biaya investasi tersebut diperoleh dari pinjaman. Total pinjaman mencapai 5,415 miliar dolar AS.
Biaya Bunga
Biaya bunga untuk investasi awal yang sebesar 6,02 miliar dolar AS dikenakan biaya bunga sebesar 2 persen per tahun. Sedangkan pinjaman terkait cost overrun dikenakan biaya bunga 3,4 persen per tahun. Sehingga total biaya bunga menjadi 120,9 juta dolar AS per tahun.
Dengan asumsi kurs rupiah rata-rata sebesar Rp15.000 per dolar AS sepanjang tahun 2024, maka biaya bunga dalam rupiah mencapai Rp1,8 triliun untuk tahun 2024.
Pendapatan
Di lain sisi, jumlah tiket yang terjual sepanjang tahun 2024 sebanyak 6,06 juta tiket. Dengan asumsi harga tiket rata-rata m Rp250.000 per tiket, maka total pendapatan Kereta Cepat Jakarta Bandung tahun 2024 hanya Rp1,5 triliun saja.
Jumlah ini jauh lebih rendah dari biaya bunga. Terjadi defisit (kerugian) sekitar Rp300 miliar, belum termasuk biaya operasional dan biaya lain-lain, yang pasti mencapai ratusan miliar rupiah per tahun.
Defisit Kereta Cepat Jakarta Bandung ini nampaknya harus ditutupi dari utang lagi. Kondisi ini tentu saja sangat bahaya. Tidak sustained. Bagaikan skema Ponzi saja.
Sampai kapan BUMN konsorsium pihak Indonesia bisa bertahan dari ‘pendarahan’ ini.
Kita tunggu episode selanjutnya.