Kasus Tanah di Helvetia dan Sampali, Sultan Deli Gugat BPN, PTPN 1, dan Ciputra Development

Image 3
Sultan Deli, Tengku Mahmud Arya Lamantjiji Perkasa Alam (peci hitam) dan Presiden Prabowo Subianto dalam sebuah kesempatan.

Medan, MNID. Kesultanan Deli telah menggugat PT Ciputra Development Tbk., Deli Megapolitas Residensial, Direksi PTPN 1, dan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deli Serdang digugat ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.

Para tergugat dinilai telah menduduki dua bidang lahan milik Kesultanan Deli secara tidak sah. Kedua bidang tanah itu terletak di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli seluas 6,91 hektar, dan sebidang tanah di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan seluas 20 hektar.

Gugatan dilayangkan Sultan Deli, Tengku Mahmud Arya Lamantjiji Perkasa Alam dan difatarkan tim kuasa hukum yang terdiri dari Hendri Saputra Manalu, S.H. M.H dan Dr. Putri Rumondang Siagian, S.H., M.H dari Kantor Dr. A. Hakim Siagian, S.H., M.Hum & Partners. Surat gugatan itu dicatat dengan nomor registrasi perkara 73/Pdt G/2025/PN/Lbp dan 74.Pdt G/2025/PN.Lbp tanggal 27 Februari 2025.

Tanah di Desa Helvetia merupakan milik Sultan Deli yang dikonsesikan kepada perusahaan perkebunan Deli Maatschappij Belanda, yang tertuang dalam Akta van Concessie Helvetia antara Sultan Deli Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah dengan pihak Deli Maatschappij yang ditanda tangani pada 14 Oktober 1882 untuk masa konsesi selama 75 tahun.

Konsesi berakhir pada 15 Oktober tahun 1957, dan Deli Maatschappij tidak pernah memohon perpanjangan waktu konsesi. Dengan demikian tanah di Desa Helvetia itu kembali ke pangkuan Kesultanan Deli.

Namun  berdasarkan UU 86/1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik Belanda, pemerintah Indonesia memberikannya kepada PT. Perkebunan Nusantara I.

Padahal, sejak 15 Oktober 1957, sebidang tanah di Desa Helvetia telah kembali dikuasai Kesultanan Deli.

Sultan Deli dalam gugatannya menyatakan bahwa tanah di Desa Helvetia itu bukanlah termasuk sebagai aset Perusahaan Asing Belanda yang terkena objek nasionalisasi. Tanah tersebut tetap menjadi milik bumiputra.

Kepala Urusan Pertanahan Kesultanan Deli Prof. Dr. OK Saidin SH.M. Hum. mengatakan, tanah itu tidak dapat dinasionalisasikan karena bukan milik perusahaan asing, melainkan milik penduduk Bumiputra. Yang di dalamnya termasuk Kesultanan Deli.

“Perusahaan Belanda, Deli Maatschappij, kan mengontrak tanah tersebut sesuai yang tertuang dalam dalam AktaKonsesi. Ketika masa konsesi berakhir, tanah kembali pada pemiliknya yakni Sultan Deli,” tegas Guru Besar Fakultas Hukum USU tersebut di Medan, Kamis, 4 April 2025.

Dalam surat gugatan kuasa hukum Sultan Deli ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan registrasi perkara Nomor: 73/Pdt G/2025/PN/Lbp dan Nomor: 74.Pdt G/2025/PN.Lbp.tanggal 28 Februari 2025, disebutkan bahwa pengalihan hak atas tanah Sultan Deli kepada PT. Perkebunan Nusantara I tidak saja cacat hukum, tetapi juga melanggar hukum.

Apalagi, menurut surat gugatan, pihak PTPN I mengalihkan tanah Sultan Deli itu kepada PT Nusa Dua Propertindo yang selanjutnya mengikat kerjasama dengan PT Ciputra Development Tbk membangun dan memasarkan perumahan atas tanah yang menjadi objek perkara.

Dalam surat gugatan, Sultan Deli mendesak PT Ciputra Development Tbk sebagai Tergugat I dan PT Deli Megapolitan Citraland sebagai Tergugat 2, segera mengosongkan tanah terperkara dan menyerahkan obyek tanah terperkara kepada Sultan Deli.

Apabila kedua perusahaan properti tersebut berkeinginan mendapatkan hak atas obyek tanah tersebut, maka mereka membayar ganti rugi senilai harga pasar sebesar Rp 691 miliar secara tunai.

Tanah Sampali

Selain soal tanah di Helvetia, Sultan Deli juga menggugat PT Ciputra Development, Deli Megapolitan Residensial, Direksi dan Komisaris PT Pekebunan Nusantara I, PT Nusa Dua Propertindo, Kementerian BUMN, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN Deli Serdang atas penggunaan lahan milik Sultan Deli di Desa Sampali, Deli Serdang, 20 Ha.

Tidakan membangun properti dan memasarkannya tanah Sultan Deli tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan tidak sah. Pengalihan atas obyek tanah Sultan Deli tersebut, termasuk perubahan hak dari Hak Guna Usaha menjadi Hak Guna Bangunan, merupakan perbuatan hukum tidak sah, karena pihak yang mengalihkan obyek tanah itu bukanlah pemilik yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 584 KUH Perdata, perbuatan melawan hukum.

Juga disebutkan dalam gugatan bahwa semua surat-surat yang berkaitan dengan pengalihan hak serta izin-izin terkait dengan pemanfaatan lahan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

Sultan Deli mendesak PT Ciputra Development, Deli Megapolitan Residensial, dan PT Nusa Dua Propertindo segera mengosongkan lahan milik dan menyerahkan lahan milik Sultan Deli tersebut.

Apabila PT Ciputra Development dan Deli Megapolitan Residen berkeinginanmendapatkan hak atas obyek tanah terperkara tanpa klaim apapun lagi, mereka dapat membayar nilai harga pasar obyek tanah tersebut kepada Sultan Deli sebesar Rp 1 triliun secara tunai.

Pekan lalu Sultan Deli Tengku Mahmud Arya Lamantjiji Perkasa Alam didampingi Prof. OK. Saidin dan Datuk Empat Suku, Datuk Adil Freddy Haberham, meminta Hakim PN Lubuk Pakam segera menggelar sidang perkara ini dan menyatakan penguasaan tanah Sultan Deli tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum.