Mulai Tak Sejalan dengan Jokowi, Prabowo Didemo Besar-besaran

Image 3
Joko Widodo mendatangani Prabowo Subianto usai Pilpres 2014 silam.

Oleh: Muhammad Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN

MULAI terlihat perbedaan kebijakan penguasaan sumber daya alam antara Prabowo Subianto dengan Joko Widodo. Jokowi, selama berkuasa, membuat aturan yang melegalkan pelanggaran dan sarat negosiasi yang merugikan negara.

Yang diuntungkan dari kebiasaan Jokowi itu adalah oligarki pelanggar hukum. Jokowi membuatkan mereka sejumlah landasan hukum untuk memutihkan kejahatan mereka dan menguasai sumber daya alam secara legal. Jokowi membiarkan oligarki dan pengusaha asing untuk melanggar aturan tentang hutan, sawit, tambang, bahkan laut.

Adapun Prabowo berlaku sebaliknya. Setelah menjadi presiden, Prabowo mengambil alih aset negara yang dikuasai oligarki dan asing. Aset yang disita itu dikembalikan ke negara untuk dikelola oleh badan usaha milik negara. Tak ada negosiasi.

Satu di antaranya adalah kebun kelapa sawit yang melanggar aturan. Jumlahnya diperkirakan mencapai 5 juta hektare atau sekitar 29 persen dari total kebun sawit yang berjumlah 17,5 juta hektare. Dari 5 juta hektare ini, kebun sawit ilegal tersebut diserahkan sekitar 1 juta hektare ke BUMN, PT Agripalma Nusantara. Jumlah ini mendekati dua kali lipat luas kebun sawit milik PTPN yang hanya sekitar 600.000 hektare.

Prabowo juga membuat BUMN khusus untuk mengambil aset negara yang selama ini dikuasai oleh oligarki secara ilegal. Prabowo membentuk BUMN khusus yang dipimpin oleh pensiunan Jendral TNI "Saptamargais".

Di masa kekuasaannya, Jokowi menyerahkan SDA, seperti tambang, kebun, hutan, dan bahkan laut dan pantai, kepada oligarki secara tidak legal. Perusahaan oligarki pelanggar hukum, dan menguasai harta negara dengan cara menggusur rakyat. Tindakan ini dipimpin oleh sejumlah pensiunan jenderal.

Publik dapat menilai siapa pensiunan jenderal yang berjiwa sapta marga hingga akhir hayat dan jenderal yang berjiwa "sapta cuan", jenderal-jenderal yang rela dijadikan tameng untuk mengejar cuan.

Rencana pengambilan aset negara ini sepertinya dipimpin langsung oleh Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Sjafri Syamsuddin, selaku Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional--Ketua Dewan Pertahanan Nasional adalah Presiden. Prabowo mempercayai Sjafri untuk menangani hal-hal terkait pengembalian aset yang selama ini dirampok dari negara.

Karena itulah Presiden Prabowo harus terus pengambilan aset negara yang selama ini diambil secara tidak legal seperti kebun sawit oleh oligarki dan asing akan dilanjutkan. Jangan lupa pula menertibkan tambang, hutan, laut, pantai dan lahan rakyat yg diambil secara ilegal.

Namun sepertinya ada upaya untuk menghadang upaya Prabowo itu. Sehingga terjadi pengalihan isu yang terlihat dari sejumlah demonstrasi, dari isu "Adili Jokowi dan Lawan Oligarki" menjadi "Turunkan Prabowo dan Masukkan TNI ke barak".

Ingat, agenda penertiban selanjutnya setelah kebun sawit adalah tambang, pantai, laut dan hutan. Akan banyak yang terganggu dan akan melakukan perlawanan. Karena itulah kita harus kompak mendukung kebijakan pemerintah untuk ambil alih aset negara yang tengah diupayakan oleh Prabowo. Jangan terkecoh dengan framing isu revisi UU TNI.

Berita Terkait

Berita Lainnya