Oleh: Salamuddin Daeng
SALAH satu langkah terobosan keuangan yang dilakukan Kementerian PKP dalam mengejar target tiga juta rumah adalah dengan mendorong dana CSR dialokasikan bagi pembangunan perumahan MBR. Menteri Maruarar Sirait telah mengambil langkah strategis ini untuk mengejar dan menyukseskan program paling prioritas pemerintahan Prabowo Gibran.
Mengapa CSR tembakau?, karena mereka adalah salah satu kontributor terbesar terhadap APBN dan terhadap perekonomian.
Langkah yang baik untuk mendorong partisipasi langsung perusahaan terhadap tiga hal sekaligus yakni 1) Kontribusi perusahaan tembakau terhadap program prioritas pemerintah Prabowo. 2) Memberi manfaat langsung CSR perusahaan terhadap komunitas. 3) meningkatkan portofolio ESG perusahaan tembakau jika mereka andil dalam pengembangan perumahan ramah lingkungan atau perumahan green.
Kemampuan perusahaan tembakau untuk masuk dalam program tiga juta rumah terutama dengan program CSR mereka sangatlah besar. Ini dapat diukur dari kontribusi perusahaan raksasa tembakau Indonesia terhadap penerimaan negara dalam bentuk cukai dan pajak lainnya.
Penerimaan cukai tembakau adalah yang terbesar dalam APBN dibandingkan kelompok penerimaan apapun yang ada di APBN. Sebagaimana diketahui Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan penerimaan cukai hasil tembakau pada 2025 sebesar 230,09 triliun rupiah atau turun sekitar 1,8 triliun rupiah bila dibandingkan target penerimaan cukai tembakau pada 2024 yakni sebesar 246,07 triliun rupiah. Ini belum kontribusi pajak lainnya.
Lima perusahaan dengan kontribusi terbesar, empat diantaranya melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), dan PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC).
Selain itu perusahaan Rokok terbesar yang tidak melantai di Bursa adalah PT Djarum dan PT Nojorono Tobacco International.
Jika kita asumsikan bahwa 230,9 triliun rupiah penerimaan cukai negara dari tembakau adalah 30 persen dari revenue, maka penerimaan perusahaan tembakau seluruhnya adalah 770 triliun rupiah. Nilai penjualan perusahaan tembakau ini sangat lah besar. Hampir mendekati nilai penjualan 81 juta kiloliter BBM Pertamina, walaupun kontribusinya berkali kali lipat di atas Pertamina.
Dengan kempuan penjualan sebesar itu maka wajar jika 20 persen dari penjualan adalah keuntungan perusahan tembakau. Dengan demikian jika 2,5 persen saja dari keuntungan bersih dialokasikan untuk CSR perumahan sebagaimana amanat UU Perseroan Terbatas (PT), maka akan tersedia dana CSR untuk perumahan senilai sedikitnya 4 triliun rupiah.
Ini adalah angka yang cukup besar bagi usaha membantu pemerintah menyediakan rumah gratis bagi komunitas dan karyawan perusahaan tembakau sendiri.
Dengan anggaran sebesar itu maka jika perusahaan tembakau komitmen membagun MBR dengan harga 220 juta rupiah per unit maka perusahaan tembakau akan dapat membangun 18 ribu rumah gratis per tahun atau 90 ribu rumah gratis untuk karyawan dan komunitas sekitar tembakau dalam 5 tahun.
Semua ini akan menjadi andil besar bagi pencapaian target Pengentasan Kemiskinan terutama dari sisi perumahan. Belum lagi jika diukur bahwa pembangunan perumahan adalah program yang sangat inclusive dan mampu menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Itu akan menjadi multiflier efek positif yang besar.