Berburu Tiga Juta Rumah: Tabrak Masuk OK Gas!

Image 3
Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Maruar Sirait

Oleh: Salamuddin Daeng

SALAH satu kritik tajam terhadap perekonomian Indonesia belakangan ini adalah pelemahan daya beli. Hal ini ditandai dengan deflasi selama 5 bulan berturut turut di 2024, lalu berlanjut dengan inflasi yang rendah pada Januari 2025 dan kembali deflasi pada Februari 2025 menurut survei Badan Pusat Statistik

Semua keadaan pelemahan ekonomi tersebut tidak dapat dilepaskan dari dampak covid 2020-2022 lalu yang mewariskan beban ekonomi sampai hari ini.

Solusi dari keadaan ini adalah cuma satu yakni bagaimana mengalirkan uang ke tengah tengah masyarakat untuk memompa daya beli. Secara teori hal ini hanya dapat dilakukan oleh pemerintah. Semua teori tentang resesi menyarankan pemerintah mengambil peran besar dengan mempercepat semua belanja pemeirntah yang ada. Tentu saja sektor swasta dapat mengambil peran sejalan dengan berbagai program pemerintah.

Apa cara yang paling mudah? Cash transfer atau bantuan langsung tunai. Namun ini menuai banyak kritik kelas menengah. Katanya tidak mendidik, uang dipakai untuk kegiatan konsumtif dan lain sebagainya. Walaupun sebenarnya cash transfer yang demikian cukup efektif memompa daya beli, memompa konsumsi.

Presiden Prabowo lebih menyukai jika yang tumbuh adalah sektor produktif. Terlebih lagi jika sektor tersebut bersifat padat karya, modal sedikit namun menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Hal ini tentu saja lebih mendidik, sektor padat karya memberi pekerjaan yang luas dan pendapatan. Hasilnya tentu akan memopa daya beli dan menggairahkan konsumsi kembali.

Proyek padat karya yang membuat Presiden Prabowo sangat antusias menyukseskannya adalah program tiga juta rumah. Hal Ini telah dimulai dengan membentuk kementerian khusus yakni kementerian perumahan dan kawasan pemukiman. Program padat karya ini telah dipandang sebagai strategi utama untuk memompa pertumbuhan ekonomi hingga 8 % dan sebagai instrumen penting dalam pemerataan pembangunan.

Presiden Prabowo meminta Menteri PKP Maruarar Sirait untuk memaksimalkan program ini, meraih dukungan semua pihak, termasuk sosialisasi kepada masyarakat tentang apa yang telah dicapai dan apa dampak positif yang telah diterima masyarakat.  

Mengapa? karena program tiga juta rumah  adalah program yang sangat inclusive melibatkan puluhan bahkan ratusan usaha produktif dari segenap lapisan ekonomi. Mulai dari tukang batu, pembuat batu bata, pengumpul pasir, hingga indusri dasar seperti besi, baja, paku, kawat, hingga industri ringan dan berat. Sementara penyerapan tenaga kerja langsung dari 1 miliar investasi dalam perumahan mencapai 100 orang. Dapat dibayangkan investasi untuk tiga juta rumah yang dapat mencapai 750 triliun akan menyerap 75 juta tenaga kerja secara langsung.

Selaku kementerian baru, Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) memang mengemban amanah yang sangat besar. Berbagai terobosan telah dilakukan kementerian ini mengatasi berbagai macam kendala dalam pembangunan perumahan. Kendala paling utama adalah pendanaan dan pembiayaan, ketersediaan tanah atau lahan, dan dukungan sumber daya manusia. Semua membutuhkan terobosan sehingga nantinya program ini akan berdampak nyata terhadap pergerakan ekonomi yang significant.

Sejauh ini usaha yang dilakukan kementerian PKP dapat dikatakan lumayan. Sebagai kementerian yang baru seumur jagung namun mampu bergerak cukup cepat mengatasi masalah kelemahan birokrasi, dan kendala kendala eksternal. Terobosan dibidang pembiayaan dan pendanaan mengambil tempat prioritas untuk diselesaikan paling awal. Hal ini dikarenakan pembangunan perumahan tidak dapat mengandalkan APBN. Selama memang pembiayaan sektor perumahan melibatkan kerjasama pemerintah, perbankan BUMN, swasta dan juga investasi luar negeri.

Lebih dari 134.937 rumah telah dibangun dalam 150 hari (Antara 20  oktober 2024 – 19 Meret 2025) berdasarkan data realisasi Kredit Perumahan Rakyat (KPR) subsidi yang dipublikasikan oleh Kementerian PKP. Dua sumber pembiayaan andalan adalah Fasilitas Liquiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) dan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang keduanya dibawah koordinasi dan tanggung jawab kementerian PKP.

Namun harus diakui pencapaian ini masih jauh dari target. Jika selama masa jabatan 5 tahun Presiden Prabowo menargetkan pembangunan 3 juta rumah, maka setiap bulan harus terbagun 50.000 rumah subsidi untuk masyarakat berpendapatan rendah. Sehingga dalam lima bulan setidaknya harus terbangun 250 ribu rumah.  Kementerian PKP harus bekerja keras mengatasi masalah masalah paling fundamental dalam usaha mencapai target yang ditatapkan Presiden Prabowo, yakni masalah keuangan dan masalah tanah dan lahan.

Berburu Uang

Anggaran kementerian PKP sangatlah terbatas. Apalagi setelah program efisiensi, anggaran kementerian cukup minim untuk menjawab target yang besar. Pekerjaan pertama yang dilakukan kementerian adalah berburu uang untuk program tiga juta rumah. Caranya dengan membangun berbagai skema pembiayaan terutama perumahan yang murah agar tetap terjangkau oleh masyarakat.

Program perumahan untuk MBR sebagian besar dibiayai melalui FLPP. Ini adalah program pembiayaan perumahan dengan menggunakan fasilitas subsidi bunga KPR. Nilainya separuh lebih dari bunga kredit Perumahan komersial yakni hanya 5 persen. Program yang telah lama dirasakan manfaatnya oleh masyarakat berpendapat rendah.

Program yang tidak kalah populer adalah perumahan yang dibiayai dengan Tapera. Angaran bersumber dari dana tabungan perumahan rakyat. Tapera memiliki kekuatan pembiayaan yang cukup besar. Mei 2024, total dana FLPP yang dikelola Tapera mencapai Rp 105,2 triliun.

Kementerian membuat terobosan baru dengan mendorong perusahaan perusahaan industri, pertambangan, migas, jasa jasa dan keuangan serta perusahaan sektor  perumahan sendiri untuk mengalokasikan CSR mereka dalam mengembang perumahan bagi komunitas. Ini penting sebagai tanggung jawab sosial mereka atas lingkungan sekitar. Angaran CSR agar diarahkan bagi pembangunan rumah dan perbaikan rumah masyarakat.

Baru baru ini PKP membangun komunikasi dengan Bank Indonesia agar menyediakan fasilitas pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpendapat rendah (MBR). Sebagaimana keterangan media Bank Indonesia menyatakan dukungan liquiditas bagi pembiayaan perumahan hingga 80 triliun rupiah yang semula hanya 23,19 triliun rupiah.

Dari Kementerian PKP sendiri memiliki dukungan pendanaan perumahan untuk MBR dalam rangka meningkatkan kualitas rumahnya. Program ini berasal dari APBN. Program ini disebut dengan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Bantuan perumahan ini senilai 20 juta rupiah per rumah include di dalamnya upah tukang sebesar 2,5 juta rupiah. Meski jumlahnya terbatas namun  program ini telah dirasakan manfaatnya sampai ke kampung kampung.

Selain itu Kementerian PKP juga menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga donor seperti World Bank dan lembaga keuangan internasional lainnya. Mengingat masalah perumahan MBR dan kemiskinan telah menjadi tugas kemanusiaan yang diatasi melalui kerjasama internasional baik secara multilateral maupun bilateral.

Berburu Tanah

Rumah susun maupun rumah tapak tidak bisa dibangun di atas langit. Usaha mendapatkan tanah atau lahan adalah pekerjaan pertama yang dilakukan kementerian PKP. Tanah yang diburu adalah tanah yang beloksi di pusat kegiatan ekonomi. Hal ini untuk mendekatkan masyarakat dengan tempat mereka bekerja. Namun tanah dengan lokasi yang dimaksud tidak gampang untuk mendapatkannya. Apalagi nantinya tanah tersebut akan digunakan untuk pembangunan perumahan MBR, tentu tidak akan mampu dibeli oleh pengembang.

Tanah bagi perumahan MBR di kota kota besar seperti Jakarta sedapat mungkin diperoleh secara gratis. Sebab kalau dengan cara membeli, hampir tidak mungkin dapat dijangkau oleh pembiayaan MBR. Tanah gratis tentu saja dapat diperoleh dari tanah negara yang ada di berbagai kementerian/lembaga serta ‘BUMN. Konon jumlahnya cukup besar jika ditransparansikan.

Tanah atau lahan yang cukup besar adalah yang dikuasai oleh BUMN. Banyak tanah tanah tersebut di telantarkan, dikuasai oleh pihak lain secara tidak berhak, disewakan secara ilegal dan  dan diperjual belikan secara tidak berhak. BUMN seperti KAI, Angkasa Pura, Pertamina, PLN, Pelindo memiliki tanah yang sagat luas. Tanah BUMN banyak juga yang saat ini dikuasi oleh Setneg.

Tanah yang konon jumlahnya sangat luas adalah tanah sitaan kasus Bantuan Liquiditas Bank Indonesia (BLBI). Tanah tersebut saat ini aset tersebut merupakan aset negara yang dikelola oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Tanah atau lahan jutaan hektar sitaan tersebut selanjutnya di Kelola dengan cara dijual untuk mendapatkan penerimaan negara bukan pajak. Aset asset BLBI sangatlah besar nilainya. Mengingat nilai BLBI dan KLBI yang mencapai 630,13 triliun rupiah merupakan nilai yang setara dengan 6 kali APBN Indonesia saat itu.

Tanah lainnya adalah dari Kejaksaan Agung, dari tanah-tanah kasus korupsi yang disita. Baru baru ini sebagaimana yang dilansir media kementerian PKP telah mengirim surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta asset asset sitaan kasus korupsi untuk perumahan MBR. KPK sendiri dalam pertemuan resmi dengan kementerian PKP, telah membuka jalan kepada kementerian PKP untuk mendapatkan tanah tanah kasus korupsi yang disita KPK.

Penyediaan tanah memang bukan hal yang mudah. Untuk membuatnya menjadi clean and clear atau tidak ada masalah hukum lagi di dalamnya, memang membutuhkan waktu. Penting juga diwaspadai adanya upaya hukum yang dilakukan oleh pihak pihak tertentu yang semakin memperpanjang sengketa atas tanah atau lahan tersebut. Juga harus diwaspadai adanya permainan oknum dalam pemerintahan yang memanfaatkan tanah negara tersebut untuk memperkaya diri,

Presiden Prabowo dapat membuat kebijakan percepatan pengalihan tanah tanah yang ditelantarkan oleh BUMN, tanah yang ditelantarkan oleh setneg, tanah sitaan kasus BLBI dan kasus korupsi lainnya terlantar,  tanah sitaan KPK, sitaan Kejaksaan Agung, semuanya bagi kepentingan produktif, termasuk untuk keperluan proyek padat karya seperti pembangunan tiga juta rumah. Presiden dapat menugaskan Kementerian PKP untuk mengambil peran lebih besar dalam usaha mendapatkan tanah dan lahan yang strategis untuk perumahan MBR.

Tabrak Masuk OK Gas

Presiden Prabowo telah membuat gebrakan cukup besar dalam 3 bulan pertama pemerintahannya. Kebijakan tersebut diantaranya adalah menyelamatkan fiskal dari kebocoran melalui efisiensi APBN hingga 300 triliun rupiah lebih. Issue kobocoran APBN Indonesia telah menjadi diskusi hangat dalam satu decade terakhir. Ada yang bilang kebocoran mencapai 30 persen dari total APBN. Informasi tersebut cocok dengan nilai ICOR Indonesia yang tinggi yang berarti bocor!

Kebijakan progresif lainnya yang dilakukan pemerintahan Prabowo adalah rekonsentrasi kekuatan keuangan Indonesia. Langkah ini dilakukan dengan pembentukan Danantara. Sebuah Lembaga negara yang akan mengelola keuangan keuangan negara dari badan Usaha Miliki Negara (BUMN) dan sumber keuangan lainnya untuk dijadikan sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Selama ini potensi keuangan Indonesia terpragmentasi sehingga tidak dapat dialokasikan secara focus untuk menggerakkan ekonomi.

Kebijakan lain yang sangat nasionalis yang diterbitkan presiden Prabowo adalah kebijakan pembatasan lalu lintas devisa hasil ekspor sumber daya alam. Bagi pemilik devisa kebijakan ini memang seperti petir di siang bolong yang mengagetkan. Sistem devisa bebas telah dianut selama 25 tahun dan dinikmati oleh eksportir sumber daya alam sebagai fasiltas yang besar untuk membawa atau menempatkan devisa mereka di luar negeri. Sekarang harus menempatkan paling lambat satu tahun dalam perekonomian Indonesia di bank bank nasional. Tentu saja ini sangat mungkin digunakan bagi pembiayan perumahan MBR.

Semua yang dilakukan Pemerintahan Prabowo akan lebih luar biasa jika pemerintah mampu memberi dampak dari kebijakan progresif tersebut bagi kesejahteraan masyarakat. Seluruh upaya di sektor keuangan yang dilakukan pemerintah dapat diiringi dengan distribusi kekayaan keuangan tersebut bagi kesejahteraan ke tengah tengah masyarakat. Sehingga dengan demikian nyata bahwa kebijakan dan terobosan yang dilakukan Presiden Prabowo membawa kemanfaatan sebesar besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini harus dibuktikan dan dirasakan langsung oleh rakyat.

Cara yang paling cepat untuk mebuktikan itu adalah dengan membuka peluang seluas luasnya bagi pendanaan dan pembiayaan perumahan yang murah. Baik melalui APBN maupun melalui mekanisme perbankkan. Semua nya diorientasikan bagi redistribusi kekuatan keuangan nasional bagi pembangunan tiga juta rumah, sebagai langkah paling cepat dalam menciptakan lapangan kerja, pendapatan, daya beli, peningkatan pertumbuhan ekonomi, dengan keyakinan penuh pertumbuhan 8 persen dapat dicapai.

Berita Terkait

Berita Lainnya