Jakarta, MNID. Aktivis mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) di era 1990an Andi Arief menilai tidak ada desain besar untuk mengembalikan Indonesia ke era kegelapan seperti di masa Orde Baru.
Pernyataan Andi yang disampaikan di akun Facebook ini merespon polemik yang tengah terjadi di tengah pembahasan RUU tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Saya sudah membaca semua draft RUU itu. Tidak ada design besar untuk kembali seperti jaman dwi fungsi ABRI era Orba,” tulisnya, Minggu, 16 Maret 2025.
“Jangan ada kekhawatiran berlebihan terhadap Civic Mission dan kerja militer selain perang yang dilindungi aturan,” ujar Andi yang pernah menjadi korban penculikan oleh tentara menjelang kehancuran Orde Baru.
Sebelumnya, hari Sabtu kemarin, 15 Maret 2025, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendatangi lokasi pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, kawasan Senayan Jakarta.
Mereka meminta pembahasan dilakukan terbuka.
“Pembahasan ini tidak sesuai karena diadakan tertutup," ujar salah satu anggota koalisi, Andrie Yunus, yang juga merupakan Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) saat menerobos masuk ke ruang rapat panja.
Video aksi Koalisi memasuki ruang rapat beredar luas di tengah masyarakat.
Ia memandang pembahasan tertutup tersebut tidak sesuai dengan komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik.
Aspirasi itu disampaikan oleh tiga orang perwakilan koalisi yang mendadak memasuki ruang rapat panja, namun para perwakilan tersebut langsung ditarik ke luar ruang rapat oleh pihak pengamanan rapat.
Setelah ditarik ke luar ruang rapat, para perwakilan koalisi tetap menyerukan aspirasinya saat berada di luar ruangan.
Secara substansi, Andrie menilai RUU TNI mengandung berbagai pasal bermasalah yang mengancam demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia.
Selain itu, dia menilai, agenda revisi UU TNI berpotenasi melemahkan profesionalisme militer dan bisa mengembalikan Dwifungsi TNI, sehingga militer aktif akan dapat menduduki berbagai jabatan sipil.
Menurutnya, perluasan penempatan TNI aktif pada jabatan sipil tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah, seperti menguatkan dominasi militer di ranah sipil dan pembuatan kebijakan serta loyalitas ganda.
Sebelumnya, Panja RUU TNI meliputi Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah telah merampungkan pembahasan 40 persen dari 92 DIM RUU TNI.
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan pembahasan RUU TNI telah dilakukan sejak Jumat, 14 Maret 2025 sampai Minggu, 16 MAret 2025.
"Kemarin lebih banyak dibahas intens itu tentang umur, masa pensiun, kemudian dibicarakan juga dihitung variabel bagaimana kalau bintara, tamtama, pensiun umur sekian, dan sebagainya," ucap Hasanuddin saat ditemui sebelum rapat panja di Jakarta.