Trump Tutup Media Propaganda Amerika Serikat Seperti VOA, RFE, dan RFA

Image 3
Ilustrasi

Jakarta, MNID. Sejumlah media yang selama puluhan tahun mendapatkan pendanaan dari pemerintah Amerika Serikat berhenti beroperasi menyusul Perintah Eksekutif yang ditandatangani Presiden Donald Trump, Jumat (14 Maret 2025.

Perintah Eksekutif itu memangkas tujuh organisasi, termasuk US Agency for Global Media (USAGM) yang merupakan induk dari Voice of America (VOA), Office of Cuba Broadcasting, Radio Free Europe/Radio Liberty, Radio Free Asia, Middle East Broadcasting Networks, dan Open Technology Fund.

Dalam Perintah Eksekutif  itu, Trump menyebut, USAGM sebagai elemen birokrasi yang tidak diperlukan. Sementara Gedung Putih mengatakan, pemangkasan ini bertujuan menghindarkan pembayar pajak dari propaganda radikal.

Keputusan ini menuai kritik luas, termasuk dari kelompok advokasi kebebasan pers dan anggota Kongres. Mereka menilai ini sebagai ancaman terhadap kebebasan pers global.

Media-media Pemerintah ini sebelumnya memiliki misi melawan propaganda dari negara-negara seperti Rusia dan China.

Ratusan staf di VOA, Radio Free Asia, Radio Free Europe dan kantor berita lainnya menerima e-mail  yang mengatakan bahwa mereka dilarang memasuki kantor dan harus menyerahkan kartu pers dan perlengkapan yang dikeluarkan kantor.

Kari Lake, pendukung fanatik Trump yang ditugaskan memimpin kantor berita tersebut setelah kalah dalam pemilihan Senat AS, mengatakan dalam email bahwa dana hibah federal “tidak lagi melaksanakan prioritas kantor berita tersebut.”

Gedung Putih mengatakan, pemangkasan tersebut memastikan para pembayar pajak tidak lagi terjerat propaganda radikal.

Direktur VOA Michael Abramowitz mengatakan, dia termasuk di antara 1.300 staf yang menerima email pada Sabtu, 15 Maret 2025.

VOA memerlukan reformasi yang matang, dan kami telah membuat kemajuan dalam hal itu. Namun, tindakan hari ini akan membuat Voice of America tidak dapat menjalankan misi pentingnya,” katanya di akun Facebook.

VOA yang mengudara dalam 48 bahasa, termasuk bahasa Indonesia, setiap minggu menjangkau tidak kurang dari 360 juta warga dunia.

Pimpinan Radio Free Europe/Radio Liberty (RFE/RL), yang mulai mengudara ke blok Soviet selama Perang Dingin, menyebut pemangkasan ini akan menguntungkan musuh-musuh AS.

“Para ayatollah Iran, pemimpin komunis China, dan para otokrat di Moskow dan Minsk akan merayakan kematian RFE/RL setelah 75 tahun,” ujar Presiden RFE/RL Stephen Capus.

Kelompok advokasi Reporters Without Borders mengecam keputusan tersebut. Mereka mengatakan bahwa keputusan tersebut "mengancam kebebasan pers di seluruh dunia dan meniadakan 80 tahun sejarah Amerika dalam mendukung arus informasi yang bebas."

Gregory Meeks, petinggi Demokrat di Komite Urusan Luar Negeri DPR, dan anggota kongres senior Demokrat Lois Frankel mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa langkah Trump akan "menyebabkan kerusakan abadi pada upaya AS untuk melawan propaganda di seluruh dunia."

 

Berita Terkait

Berita Lainnya