Kematian lima insinyur Tiongkok dalam serangan bunuh diri pada tanggal 26 Maret di baratlaut Pakistan masih hangat dibicarakan. Tidak dapat dipungkiri kejadian yang menimpa pekerja proyek bendungan Dasu di distrik Shangla, provinsi Khyber Pakhtunkhwa itu membuat banyak pihak bertanya-tanya mengenai keselamatan dan keamanan personel dan proyek Tiongkok di negara Asia Selatan itu.
Syed Fazl-e-Haider, analis di Wikistrat Asia Selatan, menyebut serangan itu menimbulkan gelombang kecemasan hingga ke Beijing.
Meskipun Tiongkok mendesak penyelidikan menyeluruh atas insiden tersebut, Islamabad dan Beijing tetap optimis pada proyek Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC) senilai 62 miliar dolar AS yang merupakan bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) Tiongkok.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian dilaporkan mengatakan, “Kedua negara kami adalah mitra kerja sama strategis dalam segala cuaca. Persahabatan erat kami berakar kuat pada kedua bangsa. Tidak ada upaya untuk menyabotase kerja sama Tiongkok-Pakistan yang akan berhasil.”
Namun, menurut Syed Fazl-e-Haider dalam artikelnya di Maritime Executive, pernyataan Kemlu Tiongko itu tidak banyak menghilangkan ketakutan di antara warga negara Tiongkok yang bekerja di proyek bendungan di baratlaut Pakistan. Faktanya perusahaan-perusahaan Tiongkok menghentikan pekerjaan sipil pada proyek bendungan Dasu dan Diamer�"Bhasha setelah serangan bunuh diri tersebut.
Hampir seribu insinyur Tiongkok yang mengerjakan kedua proyek tersebut telah berhenti bekerja.
Hanya dua hari setelah pemboman, sebuah perusahaan Tiongkok menghentikan pekerjaan sipil di Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Perpanjangan ke-5 Tarbela dan memberhentikan lebih dari 2.000 pekerja karena “alasan keamanan”. Pada tahun 2021, pihak berwenang Pakistan telah memberikan kontrak senilai 355 juta dolar AS kepada Power Construction Corporation of China Ltd untuk pekerjaan sipil di proyek tersebut. Bendungan Tarbela berkapasitas 1.530 MW dijadwalkan mulai berproduksi listrik sebelum tahun 2026.
Hampir seminggu sebelum serangan bunuh diri tersebut, para pemberontak menargetkan kepentingan Tiongkok di barat daya negara itu dengan menyerbu kompleks Otoritas Pelabuhan Gwadar (GPA) dan pangkalan angkatan laut Turbat di dekat Pelabuhan Gwadar yang dikelola Tiongkok, yang merupakan komponen utama CPEC, di provinsi Balochistan.
Pasukan keamanan menggagalkan kedua serangan tersebut dan membunuh para pemberontak. Serangan tersebut diklaim dilakukan oleh Tentara Pembebasan Balochistan (BLA) yang dilarang, sebuah kelompok separatis yang berjuang untuk kemerdekaan Balochistan melawan negara Pakistan. Dioperasikan pada tahun 2017, pangkalan angkatan laut Turbat dibangun untuk menyediakan jalur penting bagi transportasi udara guna mendukung CPEC.
“Serangan yang berani terhadap kompleks GPA dan pangkalan angkatan laut Turbat mencerminkan peningkatan kapasitas operasional BLA untuk menyerbu wilayah yang dijaga ketat di Balochistan,” tulis Syed Fazl-e-Haider mengutip Jan Muhammed Baloch, seorang analis dan peneliti politik.
“Dengan menyerang kompleks GPA �" wilayah yang sangat sensitif di pusat Belt and Road di Gwadar, Pakistan �" kelompok ini telah mengirimkan pesan ‘kerentanan’ kepada Tiongkok yang memiliki rencana ambisius untuk mengangkut minyak Timur Tengah melalui Pelabuhan Gwadar,” kata Baloch.
BLA, yang telah melakukan banyak serangan terhadap warga Tiongkok di Pakistan, menuntut Tiongkok menutup CPEC dan keluar dari Balochistan. Kelompok ini berulang kali memperingatkan Beijing agar tidak menandatangani lebih banyak perjanjian CPEC dengan Islamabad.
Sebagian besar serangan pemberontak di barat laut dan barat daya Pakistan dilakukan oleh kelompok terlarang Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) atau Taliban Pakistan, bersama dengan BLA di barat daya. Pada akhir tahun 2022, kelompok separatis Baloch termasuk BLA dan TTP menyatakan bahwa mereka telah bergabung melawan negara Pakistan.
Ketiga serangan besar-besaran terhadap kepentingan Tiongkok ini telah memberikan pukulan telak terhadap mitos keamanan yang sangat mudah bagi personel dan proyek Tiongkok di Pakistan. Serangan tersebut semakin memperburuk kekhawatiran keamanan bagi Beijing, yang merupakan investor asing terbesar di negara tersebut. Pakistan menyalahkan “elemen asing” atas serangan teroris terhadap warga Tiongkok, yang dikatakan bertujuan untuk merugikan hubungan Tiongkok-Pakistan dan merusak CPEC.
Pakistan menuduh negara tetangganya, Iran dan Afghanistan, menyembunyikan kelompok militan anti-Pakistan. Namun, ada latar belakang serangan baru-baru ini. Pada tanggal 18 Maret, Pakistan melakukan serangan udara di Afghanistan untuk menargetkan tempat perlindungan TTP.
Pada bulan Januari, Pakistan melakukan serangan udara di Iran yang menargetkan tempat persembunyian BLA dan kelompok pemberontak Baloch lainnya. BLA berjanji akan membalas pembunuhan anggotanya dalam serangan udara tersebut, seperti yang dilakukan Taliban. Pakistan telah diserang oleh TTP dan BLA sejak saat itu.
Sementara itu, CPEC berjalan sangat lambat, bukan hanya karena ancaman keamanan. Kombinasi ketidakstabilan politik, permasalahan pemangku kepentingan lokal, pandemi Covid-19, dan tantangan teknis telah berkontribusi pada rendahnya tingkat implementasi megaproyek Tiongkok di Asia Tenggara. Proyek-proyek CPEC menghadapi masalah serupa, namun keamanan adalah tantangan nomor satu di Pakistan. Berbeda dengan negara-negara Asia Tenggara, Pakistan telah terguncang akibat pemberontakan separatis dan militansi Islam selama dua dekade.