Jakarta. Pemilihan umum yang sejatinya adalah sarana demokratis untuk mencapai harapan setiap warga negara yang berdaulat, kini mengalami berbagai bentuk demoralisasi melalui praktik ketidaknegarawanan penyelenggara negara yang tidak netral, keberpihakan, dan manipulatif.
Dapat disimpulkan, telah terjadi krisis etika hukum, defisit demokrasi substansial dan darurat kenegarawanan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Demikian disampaikan Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, ketika membacakan Maklumat Akademika Menggugat di kampus UMJ, Senin (5/2).
“Pemimpin negara yang seharusnya menjadi suri tauladan bagi warga negara justru tidak mampu menjadi contoh. Bahkan, sikap yang tidak netral dilakukan berbagai pembenaran,” ujarnya.
Prof. Ibnu Sina menambahkan, UMJ menilai hilangnya sikap kenegarawanan itu akan mendegradasi pemilu sebagai sarana daulat rakyat menjadi sarana pembuat pilu.
“Kondisi ini menguncang bathin dan nurani kami sebagai cendekiawan, tidak boleh hanya diam di atas menara gading saja, yang justru berakibat kebenaran menjadi dominasi kuasaan semata sehingga kehilangan kewarasan akal sehat dan logika berpikir dalam bernegara,” sambungnya.
Selanjutnya, Prof. Ibnu Sina membacakan lima poin tuntutan dan seruan yang didasarkan pada Kekebasan Akademik yang dimiliki UMJ.
Pertama, menuntut Presiden Joko Widodo untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika demokrasi dan yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya.
Kedua, menuntut segala pejabat negara, aparatur sipil negara, aparatur penegak hukum (Polri, dan Kejaksaan), dan aparatur militer negara (TNI) untuk dibebaskan dari segala paksaan dan tidak memaksakan penyalahgunaan kuasa, sumber daya, dan pengaruh yang ada padanya untuk mencederai prinsip netralitas.
Ketiga, menuntut penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) dan Peserta Pemilu khususnya Partai Politik untuk melindungi hak pilih setiap warga negara dari berbagai tekanan yang mencederai prinsip dasar demokrasi.
Lalu menyerukan warga Muhammadiyah dan masyarakat untuk turut serta melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu tahun 2024. Serta menyerukan seluruh civitas akademika di seluruh Indonesia untuk mampu saling mempromosikan nilai-nilai persatuan yang damai dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi.
“Mari kita menjaga perjuangan kemerdekaan dan prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan dengan segenap tumpah darah untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia,” demikian Prof. Ibnu Sina.