. Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) yang sempat dibicarakan oleh salah satu cawapres dalam debat cawapres pekan lalu (21/12) sesungguhnya adalah solusi palsu transisi energi.
Sejauh ini teknologi CCS ini diklaim para pendukungnya memiliki kemampuanmemitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang merupakan penyebab krisis iklim dengan cara mengurangi emisi karbon dioksida ke atmosfer.
Namun apabila ditelisik lebih jauh lagi, CCS merupakan solusi palsu transisi energi karena penggunaan CCS sesungguhnya memperpanjang penggunaan energi fosil.”
“Akibatnya, penggunaan teknologi CCS ini akan menghalangi pengembangan energi terbarukan,” ujar Indonesia Team Lead Interim 350.org, Firdaus Cahyadi, dalam keterangan kepada redaksi, Jumat (29/12).
Firdaus Cahyadi mengatakan, perhatian dan ketertarikan pasangan capres-cawapres dalam isu krisis iklim yang telah muncul di dua debat Pilpres 2024 cukup menggembirakan. Namun di sisi lain juga mengkhawatirkan karena bisa dibelokkan untuk mendukung solusi palsu transisi energi saat mereka terpilih menjadi presiden.
Selain itu, masih kata Firdaus Cahyadi, CCS sejatinya juga masih menghasilkan emisi GRK.
“CCS menghasilkan emisinya sendiri, yang sering tidak diperhitungkan karena energi yang dikonsumsi dalam proses penangkapan,” jelasnya.
“Laporan Panel Antar-Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) juga mengungkapkan bahwa kemampuan CCS untuk memberikan pengurangan emisi yang berarti dalam dekade berikutnya sangatlah rendah, sementara biayanya akan sangat tinggi,” Firdaus Cahyadi menguraikan.
Dengan biaya yang tinggi itu harusnya investasinya langsung diarahkan ke pengembangan energi terbarukan. Ironisnya, pada November lalu, beberapa media massa mengabarkan bahwa Presiden Jokowi telah menemui bos perusahaan migas multi-nasional asal Amerika Serikat yang berniat membangun kilang petrokimia dan CCS di Indonesia.
“Presiden Jokowi harusnya paham bahwa CCS adalah solusi palsu transisi energi, jangan hanya karena silau dengan uang trilyunan rupiah, menutup mata dampak buruknya terhadap pengembangan energi terbarukan secara keseluruhan,” kata Firdaus Cahyadi lagi.
Terkait dengan itulah, Firdaus Cahyadi, menghimbau agar para capres dan cawapres waspada dengan solusi palsu CCS ini.
“Capres 2024 tidak perlu mengikuti jejak Presiden Jokowi mengapresiasi CCS dengan cara menemui petinggi perusahaan minyak yang akan berinvestasi di Indonesia. Komitmen kuat terhadap penanganan krisis iklim melalui pengembangan energi terbarukan lebih penting daripada menerima investasi solusi palsu transisi energi seperti CCS,” demikian Firdaus Cahyadi.