KEMENTERIAN ESDM Dalam 10 Tahun Terakhir boleh dikatakan bangkrut terutama sekali dalam mengelolah minyak nasional. Apa itu bangkrut? Keadaan hari ini lebih buriuk dari hari kemarin, besok atau lusa keadannya akan lebih buruk lagi. Itu jelas bangkrut!
Apa buktiya? Produksi minyak nasional mengalami penurunan. Lalu mereka hanya menonton penurunan ini dan tidak melakukan apapun untuk membuat produksi minyak nasional meningkat. Tapi anggaran untuk kementerian ESDM dan sejolinya SKK mingas juga menurun atau gaji tunjangan dan uang yang dibawa pulang ke rumahnya juga menurun?. Harusnya demikian.
Apakah mereka mau mengikuti langkah Arab Saudi menurunkan produksi minyak agar harga minyak dunia stabil? Ini bercanda kali. Indonesia impor minyak besar sekali. Impor minyak Indonesia sudah hampir 2/3 dari kebutuhan konsumsi nasional. Produksi minyak kurang lebih 600 ribu barel sehari sementara pembakaran energi minyak di dalam negeri mencapai 1,4 juta barel sehari. Pemerintahan ini memang tinggal beberapa bulan lagi, ayolah melangkah jangan berpangku tangan.
Katanya tidak mau transisi energi, karena agenda ini adalah agenda asing. Katanya tidak mau memikirkan mengalihkan subsidi minyak ke EBT dengan alasan bla bla. Kalau begitu coba pikirkan agar subsidi BBM yang sekarang memcapai 500 triliun rupiah dicari gantinya dengan cara menaikkan pendapatan minyak. Jangan cuma mengatakan anti dan tidak mau, tetapi berbuatlah dan temukan jalan keluar.
ESDM cobalah bikin sesuatu untuk menahan laju produksi minyak tersebut. Lihat blok Rokan yang menjadi andalan Indonesia setelah dilepas Chevron hanya bisa menahan proruksi yang terus menurun, ya ditahan tapi terus menurun. Itu ditahan model apa ya? Kalau memang tidak mau berpindah dari migas ke EBT, atau mengalihkan subsidinya ke EBT, cobalah diusahakan agar blok Rokan dapat subsidi biar usahanya menggali minyak ada titik terang. Jadi ini adalah icon nasionalisme. Karena setelah pindah dari Chevron, Presiden Jokowi sangat bangga atas hal ini juga harus membuktikan bahwa blok Rokan yang dibeli Pertamina produksinya bisa melesat.
Jadi melawan transisi energi itu boleh boleh saja. Tapi harus menggunakan jurus tau diri, sadar diri dan mawas diri. Jangan dengan alasan transisi energi agenda asing lalu melamun dan hanya menonton impor minyak yang sudah lebih besar dari kempuan produksi sendiri. Itu minyak kan dari asing juga. Sudah impor disubsidi pula dari hasil keruk pajak rakyat. Ini daya beli rakyat dua kali dikeruk yakni dikeruk pajak dan dikuras barang impor.
Piye bos?