HEBOH 42 Ruko di Jalan Niaga, Pluit, Jakarta Utara, digusur, Rabu, 24 Mei 2023. Karena makan jalan, digusur tujuh meter. Pemilik kepada pers, mengatakan, mereka beli lahan tambahan itu dari PT Jakpro, ada HGB. Ternyata tetap ilegal.
Penggusuran ini problem Jakarta. Wajah kota Jakarta. Juga kota besar lain di Indonesia. Umumnya penggusuran menempati tanah negara. Ini lahan fasilitas umum: Di atas got dan bahu jalan.
Warga berani membangun, karena membayar (mereka anggap beli). Apalagi di Pluit itu Ruko milik pengusaha kelas menengah. Ada restoran kelas menengah, juga butik. Bukan pedagang kaki lima. Karena membayar, mereka berani memajukan bangunan, menutupi got dan bahu jalan.
Kasus ini bermula dua bulan lalu. Ketua RT setempat, Riang Prasetya, menegur 42 pemilik ruko yang makan badan jalan. Tak dihiraukan warga. Ditegur lagi lewat surat, diabaikan juga.
Menurut perhitungan Riang, 42 ruko itu memajukan bangunan, makan badan jalan (got dan bahu jalan) sekitar lima meter. Rinciannya, semeter got, empat meter bahu jalan.
Riang kepada pers mengatakan: “Teguran saya sudah berkali-kali. Sejak 2019 sampai Januari 2023. Surat saya lampirkan ke Lurah Pluit dan Camat Penjaringan. Tapi tak ada tanggapan. Lalu, saya katakan ke mereka, kalau sampai Januari 2023 tak ada tanggapan, saya akan laporkan langsung ke Pemprov DKI.”
Akhirnya, Riang benar-benar lapor ke Pemprov DKI Jakarta. Sejak itu jadi heboh. Percekcokan Riang dengan warga pemilik Ruko, juga viral di medsos. Viral.
Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono tak paham sejarah masalah lama ini. Problem sejak tahun 1990. Sedangkan, Heru dilantik jadi Pj Gubernur DKI Jakarta, Senin, 17 Oktober 2022.
Heru lalu menugaskan anak buah untuk mengkaji masalah. Dibahas pihak-pihak terkait sampai berpekan-pekan.
Padahal, ini masalah sepele. Bangunan Ruko maju, menimpa got dan garis sempadan. Bahkan, ada beberapa ruko yang maju dan membangun dua lantai di atas got dan garis sempadan jalan itu. Sejak tiga puluh tiga tahun silam.
Meski perkara sepele, pengkajiannya berpekan-pekan. Sampai muncul rumor, pemilik Ruko dapat beking kuat. Sehingga belum bisa digusur. Bekingnya, diduga pejabat di kantor Wali Kota Jakarta Utara.
Maka, Wali Kota Jakarta Utara, Ali Maulana Hakim kepada pers, mengatakan, ia tidak melakukan pembiaran terhadap bangunan ruko di Pluit yang memakan badan jalan. Ali menerangkan, justru ia melaporkan pelanggaran itu ke Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono.
Ali: "Nggak, kan saya yang melaporkan ke Pak Gubernur. Mana mungkin ada beking. Tidak ada beking-bekingan.”
Lain lagi, suara pemilik Ruko. seorang pria pemilik Ruko yang enggan disebut namanya, kepada wartawan menjelaskan, itu Ruko lama. Awalnya pada tahun 1990 para pemilik Ruko menyewa lahan di depannya (got dan bahu jalan) kepada Badan Pengelola Lahan (BPL) Pluit. Ini badan yang ditunjuk Pemprov DKI Jakarta untuk mengelola lahan, waktu itu.
Ruko itu dibangun developer PT Jawa Barat Indah, 1990. Setelah jadi, dihuni pembeli. Semula, ada pemilik Ruko yang memajukan barang dagangan menutupi got. Lalu, sekalian mereka menyewa lahan tambahan itu kepada BPL. Dibolehkan. Pemilik Ruko bayar sewa tahunan, rutin.
BPL kemudian berubah nama jadi PT (Perseroda) Jakarta Propertindo, disingkat Jakpro. PT JakPro pengelola fasilitas sosial dan fasilitas umum di kawasan yang diduduki bangunan ruko tersebut.
Pemilik Ruko: “Tahun 2019 kami para pemilik Ruko sepakat membeli lahan tambahan ini ke PT Jakpro, tidak lagi sewa. Disetujui. Diterbitkan HGB (Hak Guna Bangunan). Pemilik Ruko sudah membeli, sudah bayar, ada HGB. Maka, berhak membangun apa saja di atasnya. Kemudian diributkan Pak RT itu.”
Setelah heboh, dilakukan kajian. Hasilnya, ditemukan batas-batas letak bangunan yang melanggar aturan PP 21 Tahun 2021. Pemkot Jakut kemudian bergerak membuat Surat Rekomendasi Teknis (Rekomtek) sebagai dasar pembongkaran dan menggaris batas-batas bangunan melanggar di lapangan menggunakan cat semprot merah.
Ruko bukan cuma ‘makan’ bahu jalan lima meter seperti disebutkan Ketua RT, melainkan tujuh meter. Maka, aparat Satpol PP memberi garis cat merah, sebagai batas pelanggaran.
Ada selip pendapat. Pemilik Ruko mengaku sudah membeli lahan (serobotan) itu dari PT Jakpro pada 2019. Tapi, ada aturan PP nomor 21 Tahun 2021 (dua tahun setelah pembelian lahan serobotan) menyatakan, bahwa bangunan 42 Ruko itu melanggar garis batas bangunan.
Dikonfirmasi wartawan, Dirut PT Jakpro, Iwan Takwin mengakui, jika fasos fasum Ruko di Pluit itu dulunya sempat diberikan kepada PT Jakpro. Namun, pihaknya sudah melepas, dan tak lagi jadi pemilik bangunan.
Iwan: "Ruko itu bukan (dalam pengelolaan) PT Jakpro lagi. Kan sudah dilepas. Soal pembelian lahan yang dipersoalkan warga, saya tidak tahu. Karena saya jadi Dirut Jakpro sejak November 2022.”
Bisa dibayangkan rumitnya persoalan yang sebenarnya sepele ini. Sepele, karena membangun di atas got dan bahu jalan, jelas melanggar. Tapi warga bisa menyewa ke BPL, kemudian membeli ke PT Jakpro. Menurut warga pemilik Ruko, lahan dibeli 2019, tapi 2021 keluar PP nomor 21. Di situ jadi rumit.
Akhirnya, Pemprov DKI Jakarta menyilakan warga membongkar sendiri bangunan mereka, sampai tanda cat merah yang sudah dibuat petugas. Dari 42 Ruko, ada lima pemilik Ruko membongkar sendiri.
Sisanya, dibongkar aparat. Tak tanggung-tanggung, diturunkan 200 aparat gabungan TNI, Polri, Satpol PP saat pembongkaran, Rabu, 24 Mei 2023.
Pelaksanaan pembongkaran tidak bisa cepat. Sebab, bangunan bukan seperti pedagang kaki lima yang cuma tenda atau gubuk. Melainkan, sebagian bangunan permanen dan berdinding kaca. Ada juga bangunan dua lantai. Proses bongkar bisa dua-tiga hari.
Dari kejadian itu masyarakat bisa menilai secara jelas, bagaimana cemongnya wajah Jakarta. Warganya cenderung menyerobot lahan. Pejabatnya seperti itu. Ujung-ujungnya duit.