Sikap sejumlah pihak yang kerap disebut sebagai tokoh anti korupsi terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipertanyakan. Pihak-pihak ini, seperti Indonesian Corruption Watch (ICW) dan mantan penyidik KPK Novel Baswedan, dinilai berat sebelah dan tidak objektif serta tendensius.
Menurut peneliti Lembaga Studi Antikorupsi (LSAK), Ahmad Hariri, ICW, Novel Baswedan dan beberapa lainnya kerap mengkritik pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Namun di sisi lain memilih bungkam dalam pengusutan dan penyelidikan kasus korupsi lain seperti dugaan penyelenggaraan ajang Formula E di Jakarta.
LSAK juga menyinggung kelompok-kelompok tersebut sebagai orang-orang genit dengan panggung popularitas seperti saat mengkritik pernyataan sepotong Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait OTT dalam penindakan pidana korupsi.
Padahal menurut LSAK pernyataan tersebut secara utuh adalah upaya penegak hukum agar lebih mengedepankan upaya pencegahan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia salah satunya dengan menerapkan digitalisasi.
"Teman-teman ICW, Novel Baswedan dan kelompoknya getol mengkritik pemberantasan korupsi saat ini termasuk yang dilakukan oleh KPK. Namun pada sisi lain mereka diam seribu bahasa dalam keberhasilan KPK menindak korupsi hakim agung termasuk juga diam tidak mendukung saat KPK melakukan upaya penyelidikan terhadap dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E agar terang benderang, ada apa ini?” ujar Ahmad Hariri dalam keterangan kepada redaksi.
Hariri menggarisbawahi bahwa pemberantasan korupsi tidak mengandalkan kehebohan dan pencitraan. Ada upaya lain yang justru lebih penting yakni pendidikan masyarakat, pencegahan melalui perbaikan sistem, dan strategi penindakan. Ini dikenal sebagai trisula pemberantasan korupsi.
"Pendidikan antikorupsi, penanaman nilai karakter kejujuran dan kesadaran untuk tidak melakukan korupsi itu yang terpenting yang harus dilakukan," terangnya.
Adapun upaya pencegahan juga terus dilakukan dalam pemberantasan korupsi saat ini patut diapresiasi dengan perbaikan sistem sesuai amanat pasal 6 hurup a uu 19 tahun 2019 bahwa kpk melakukan tindakan tindakan pencegahan supaya tidak terjadi tindak pidana korupsi dan perpres 54 tahun 2018 ttg Strategi Nasional Pencegahan korupsi.
"Strategi nasional pemberantasan korupsi pada tahun 2021 sampai 2022 dengan 3 fokus area dengan 12 aksi pencegahan korupsi yang dilakukan KPK itu berjalan efektif dan hasilnya berdampak pada kemudahan berusaha, perijinan, pengadaan barang dan jasa, jalur logistik, meningkatnya pelayanan publik dengan elektronik. Kita jangan menutup mata dong," kata dia lagi.
Menurut Hariri pencegahan membangun ekosistem antikorupsi perbaikan sistem tentulah efektif menutup celah dan peluang korupsi. Sedangkan strategi Penindakan juga terus dilaksanakan sesuai dengan pasal 6 huruf e bahwa KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi sesuai dengan asas pelaksanaan tugas pokok KPK.
"Penindakan terus dilakukan supaya orang takut untuk melakukan korupsi dan itu dilakukan oleh KPK secara profesional sebut saja penindakan terhadap hakim agung itu kan luar biasa. KPK juga tegak lurus dalam penyelidikan dugaan korupsi penyelenggaraan ajang Formula E meski diserang dan difitnah macam-macam. Jadi jangan memutarbalikkan fakta," tegasnya.
"Jadi saya tegaskan juga jangan gagah-gagahan merasa paling benar, paling bersih dan paling berjasa dalam pemberantasan korupsi tapi pada sisi lain tidak bersikap adil mendukung upaya pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu seperti yang terus dilakukan oleh KPK saat ini," demikian Ahmad Hariri.