MASING-MASING negara dan perusahaan memiliki masalah yang berbeda beda dengan penggunaan energi fosil. Sehingga dapat memiliki stragei yang berbeda serta beragam untuk mencapai net Zero Emission.
Demikian juga dengan Indonesia yang memiliki perusahaan negara yang memproduksi energi fosil yakni Pertamina. Sebagai perusahaan terbesar di negara ini, dapat mengambil tindakan yang lebih beragam dalam mencapai komitmen net Zero emission tersebut. Salah satunya komitmen besar yang dapat dibangun Indonesia adalah melalui digitalisasi konsumsi energi fosil BBM dan LPG. Mengapa pendataan melalui digitalisasi berkaitan dengan net Zero Emission?
Kita mulai dari analisis sederhana mengapa pendataan konsumsi BBM dan LPG dapat dikatakan sebagai komitmen besar? Karena dengan pendataan akan maka konsumsi BBM dan LPG di Indonesia akan berkurang secara significant. Artinya Pertamina dapat mengurangi emisi karbon dengan cara semacam ini. Mengapa demikian? Kita akan ulas.
Di Indonesia BBM dan LPG adalah barang bersubsidi. Berarti Indonesia menghadapi dua masalah besar terkait isue climate change yakni penggunaan energi fosil dalam jumlah besar dan energi fosil yang disubsidi unruk penggunaan dalam jumlah besar. Dua masalah.
Sebagai BBM dan LPG subsidi tentunya harganya lebih murah dari BBM umum dan LPG subsidi. Sementara sebagian besar BBM dan LPG yang dijual di Indonesia adalah BBM dan LPG subsidi bukan BBM dan LPG non subsidi. Sedikitnya 40 persen BBM yang diperdagangkan adalah BBM subsidi dan sebanyak 80 persen LPG yang didistribusikan adalah LPG 3 kg atau LPG subsidi. Menurut regulasi BBM dan LPG subsidi ini hanya dapat dikonsumsikan oleh kelompok yang berhak saja. Dengan demikian jika BBM dan LPG dikonsumsi oleh yang tidak berhak maka itu adalah ilegal.
Apa yang terjadi? konsumsi BBM dan LPG menjadi tidak terkendali. Setiap perencanaan yang dibuat pemerintah selalu salah. Kuota BBM dan LPG subsidi selalu jebol. Maka terjadi kesalahan lagi atau kesalahan ketiga yakni BBM dan LPG subsidi digunakan atau dikonsumsi secara ilegal di Indonesia.
Tidak sampai disana kesalahannya. Ternyata BBM subsidi terutama solar banyak dimanfaatkan oleh kelompok perusak lingkunganyang menjadi musuh utama isue perubahan iklim, yakni kelompok perkebunan sawit dan pertambangan batubara. Maka terjadilah kesalahan keempat yakni BBM solar subsidi di Indonesia digunakan secara ilegal oleh kelompok penghasil emisi terbesar di Tanah air yakni pertambangan sawit dan perkebunan batubara.
Mengenai kebenaran hal tersebut sebenarnya pemerintah dalam hal ini menteri ESDM memiliki datamya. Namun tampaknya mereka tidak berdaya menghadapi permainan para pengusaha batubara dan sawit. Walaupun pemerintah mengeluarkan pernyataan agar pengusaha sawit dan Batubara dilarang menggunakan solar subsidi namun hal ini tidak pernah ditindaklanjuti oleh penegak hukum di lapangan.
Pendatataan Dapat Menekan Emisi Karbon
Program pendataan melalui digitalisasi my Pertamina sebetulnya sangat tepat untuk menekan konsumsi BBM dan LPG subsidi. Karena dengan pendataan maka hanya kelompok yang berhak yang dapat menggunakan BBM dan LPG bersubsidi dan dipastikan BBM dan LPG bersubsidi tidak lagi diselewengkan.
Berapa penurunan konsumsi BBM dan LPG yang diharapkan? Paling tidak sejumlah konsumsi perusahaan sawit dan Batubara ditambah ekspor ilegal ke luar negri atau ken negara negara tetangga yang harga BBM dan LPG nya lebih murah dan ditambah penggunaan BBM subsidi oleh industri serta penggunaan LPG subsidi oleh kelompok masyarajat yang tidak berhak. Itu semua adalah jumlah yang sangat banyak dan significant.
Dengan demikian digitalisasi pendataan melalui My Pertamina akan menjadi langkah penting bagi perusahaan Pertamina untuk mencapai komitmen net Zero Emission pada bagian hilir. Tentu saja langkah langkah di hulu juga dikerjakan. Dengan pendataan maka usaha pemerintah di hilir seperti program komplenter melalui kompor induksi dapat terjadi secara lebih alamiah dan tidak bersaing dengan LPG.
Sehingga patut disayangkan sekarang program pendataan melalui MY Pertamina tidak lagi bergaung. Adanya suara suara sumbang sebelumnya yang memprotes pendataan ini telah dimanfaatkan oleh banyak pihak yang tidak berhak menggunakan BBM dan LPG subsidi. Tampaknya pemerintah terus mengalah dengan mereka.
Padahal isue digitalisasi adalah isue yang sebangun dengan isue perubahan iklim. Lihat saja di G20 yang saat ini Indonesia selalu ketuanya, isue perubahan iklim dan digitalisasi menjadi agenda utama forum internasional yang anggotanya negara dengan GDP terbesar di dunia. Jadi bagaimana ini pak Jokowi? Apakah nasib pendataan digilitalisi melalui My Pertamina akan dikubur seperti kompor induksi? Ingat Pak, jaman sekarang data adalah kunci!
Ekonom independen, tinggal di Jakarta.