PERNYATAAN Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa Joko Widodo (sekarang Presiden RI) boleh mencalonkan diri sebagai Wakil Calon Presiden pada Pemilihan Presiden Tahun 2024 adalah mencerminkan sikap lembaga Mahkamah Konstitusi yang tendensius, free kick, dan potensial dianggap melanggar Konstitusi.
Pernyataan itu tidak bisa tidak dianggap sebagai pernyataan lembaga Mahkamah Konstitusi. Seorang Jubir biasanya mewakili lembaga, dan tidak akan berani mengeluarkan pernyataan kecuali atas restu bahkan perintah Pimpinan MK. Kalau MK membantah maka harus ada sanksi tegas berupa pencopotan sang jubir yang telah melakukan pelanggaran, tidak hanya off side, tapi free kick.
Pernyataan Jubir MK itu, yang tidak atas pertanyaan atau permintaan seseorang atau lembaga/organisasi adalah tendensius, dan membenarkan dugaan bahwa MK selama ini tidak netral, tdk imparsial, dan tdk menegakkan keadilan menyangkut isu Pemilu dan Pilpres, seperti yg ditunjukkannya pada keputusan ttg Presidential Threshold (ambang batas pencalonan Presiden-Wakil Presiden).
Jika ini benar maka merupakan malapetaka bagi Negara Indonesia yg berdasarkan hukum/konstitusi tapi perisai terakhir penegakan hukum/konstitusi justeru berkecenderungan melanggar hukum atau konstitusi itu sendiri. Maka, sudah waktunya rakyat mereview atau merevisi keberadaan MK dari perspektif UUD 1945 yg asli.
MK tidak hanya harus mengenakan sanksi tegas atas jubirnya, tapi harus mengeluarkan pernyataan bahwa seorang Presiden hanya untuk dua masa jabatan berturut-turut dan tidak boleh diotak-atik utk diberi peluang mencalonkan diri lagi walau sebagai wakil presiden. Jika ini diabaikan oleh MK, saya sebagai warga negara bersedia bergabung bersama rakyat cinta konstitusi melakukan aksi protes besar-besaran.
Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015; Ketua Dewan Pertimbangan MUI 2015-2020