TRAGIS itulah kata yang bisa menggambarkan Suharso Monoarfa Menteri Perencanaan Pembangunan Kepala Bappenas RI yang baru saja dilengserkan dari kursi nya sebagai Ketua Umum PPP.
Dan tak butuh waktu lama Kementerian Hukum dan HAM dalam waktu yang sangat cepat mengeluarkan Surat Keputusan tentang Ketua Umum PPP yang baru Muhammad Mardiono karib Suharso di PPP yang saat ini menjadi anggota Wantimpres. Padahal Suharso Manoarfa masih sedang berjuang mendapatkan jabatannya kembali baik jalan lobi internal PPP maupun jalan eksternal yaitu via pengadilan sengketa partai.
Kenapa pemecatan Suharso Manoarfa sebagai Ketua Umum PPP begitu dengan cepat disetujui oleh Kemenkumham. Mungkinkah Kemenkumham melakukannya atas perintah dan restu Presiden Jokowi?
Isu tidak mampu melakukan konsolidasi internal partai agaknya sulit dimengerti karena tanggung jawab membesarkan partai bukanlah hanya tugas ketua umum, karena partai memiliki struktur dari pusat, wilayah dan ke daerah. Sehingga jika alasannya adalah karena kinerja nya dianggap tidak optimal dalam membesarkan partai sehingga Suharso harus dilengserkan di tengah jalan maka hal ini terasa agak janggal.
Ada apa ini sebetulnya, apakah ada kepentingan dari kekuasaan atas peristiwa ini?
Alasan Pemecatan Suharso Manoarfa
Beberapa elit PPP, seperti Asrul Sani mengungkap dorongan untuk konsolidasi partai menjadi alasan kuat pencopotan Suharso.
Keinginan itu belakangan diperkuat oleh pernyataan Suharso soal amplop kiai yang memicu kontroversi sejumlah pihak di internal partai.
Sebenarnya bukan sekedar "amplop kiai" ada hal lain terkait proyek infrastuktur IKN. Hal ini terlihat dari perbedaan pendapat seputar IKN dan PSN yang muncul ke publik minggu lalu.
Ada kemungkinan Suharso Manoarfa dipecat dari Ketua Umum PPP, diduga tidak sejalan lagi dengan genk istana dalam memperjuangkan proyek IKN sebagai PSN.
Selisih tersebut berawal dari Permintaan Presiden Jokowi agar menjadikan Proyek IKN sebagai PSN (Proyek Strategis Nasional). Melalui status PSN akan mempermudah pembangunan IKN.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Selasa 6/8 mengatakan “Bapak Presiden juga mengarahkan agar khusus untuk ibu kota juga ditetapkan sebagai proyek PSN, karena tentunya ini akan mempermudah dan akselerasi daripada pembangunan ibu kota".
Namun Suharso berpandangan beda, menurut Suharso Manoarfa bahwa tidak masalah jika pembangunan IKN tidak berstatus sebagai PSN. Alasannya, berbagai pembangunan yang berlangsung di area IKN sudah tergolong sebagai PSN. Misalnya, pembangunan Bendungan Sepaku Semoi merupakan PSN yang berada di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Automatically [IKN] itu sudah suatu proyek besar, proyek nasional. Saya kira tidak lagi harus diputuskan seperti itu [sebagai PSN] karena hampir semua kegiatan-kegiatan yang ada di dalam IKN itu merupakan bagian dari PSN,” ujar Suharso pada Rabu (7/9/2022) di Tanjung Binga, Belitung.
Suharso Manoarfa menjelaskan bahwa pembangunan jalan-jalan utama dan bandara pendukung IKN merupakan PSN. Oleh karena itu, menurutnya, status PSN atau bukan tidak akan mengganggu pembangunan IKN.
Suharso pun menyebut bahwa mekanisme pembiayaan pembangunan IKN sudah berjalan lancar, yakni melalui belanja kementerian dan lembaga. Menurutnya, pembiayaan IKN akan tetap berjalan baik dengan kondisi saat ini. “Mungkin mulai 2024 sudah langsung oleh [badan] otorita itu sendiri, secara pembiayaan” Ujar Suharso.
Pelajaran Berharga dari Suharso Manoarfa
Suharso Manoarfa sebagai Menteri Jokowi yang selama ini mati-matian memperjuangkan proyek IKN, namun karena dalam perjalanan IKN tidak sejalan lagi dengan "elit genk IKN" harus tersingkir.
Pribahasa yang tepat untuk menggambarkan Pak Suharso adalah Habis Manis, Sepah dibuang. Suharso Manoarfa sudah pasang badan sebagai pembela tergigih dalam mempertahankan pentingnya mempertahankan IKN dalam gugutan para Guru Besar ke Mahkamah Konstitusi.
Namun begitu, IKN hendak dijalankan dengan berbagai turunan proyek pendukung infrastrukturnya, Suharso harus disinggirkan dan dilupakan. Habis Manis Sepah Dibuang.
Suharso harus menderita kehilangan kursi ketua umum PPP dengan jalan di kudeta oleh kolega separtainya yang merupakan bagian dari kekuasaan pemerintah.
Ada pelajaran berharga diantaranya adalah loyalis Pak Jokowi seperti Pak Suharso dan Pak Muhammad Luthfi (mantan Menteri Perdagangan) dapat dengan cepat kehilangan jabatan manakala sudah tidak dibutuhkan. Apalagi bila terjadi ketidaksetujuan terbuka dengan pihak-pihak real penguasa yaitu pemilik dan pelobbi utama terkait IKN.
Presiden adalah penangungjawab IKN namun ada pemilik dan pelobi utama IKN. Mereka ini diduga adalah beberapa menteri pemerintahan dan beberapa elit perusahaan oligarki yang merancang dari awal proyek IKN.
Kelompok ini juga yang bersemangat menghapus BBM Subsidi untuk rakyat karena mereka berkepentingan agar APBN bisa digunakan melaksanakan infrastruktur IKN dan Proyek strategis nasional lainnya. Singkat kata, mereka rela mengorbankan bantuan subsidi untuk rakyat dan mengalihkannya untuk proyek-proyek IKN yan melibatkan genk oligarki mereka.
Mereka mampu mendrive pemerintahan, merancang pengurangan subsidi rakyat BBM dan mengalihkannya untuk proyek infrastruktur seperti IKN, kereta api cepat dan PSN lainnya.
Hanya di Pemerintahan Saat Ini, Suksesi Parpol Bisa Diatur Dari, Oleh dan Untuk Istana
Karena memang agak aneh seorang Ketua Umum partai yang juga pembantu presiden dapat dengan mudahnya diturunkan di tengah jalan dan secara legal disetujui sangat cepat oleh Kemenkumham.
Penggantinya juga bagian dari istana yaitu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Inilah demokrasi parpol ala pemerintahaan saat ini, dimana elit parpol diatur oleh, dari dan untuk istana.
Tapi bukankah itu juga terjadi di semua partai juga.
Ketua Parpol era pemerintahan ini bukan mereka yang pandai melakukan konsolidasi diinternal tapi mereka yang pandai memenuhi keinginan penguasa.
Setelah dilengserkan dari Ketua Umum PPP, kini posisi Suharso sebagai Menteri juga diprediksi akan segera berakhir karena Suharso sudah tidak merepresentasikan kekuatan PPP di kabinet. Sehingga mungkin akan tinggal menunggu waktu Suharso Monoarfa akan segera diganti posisinya.
Apakah ini semua murni aspirasi internal PPP ataukah ini tak lepas dari agenda istana baik untuk memperlancar proyek IKN dan Pemilu 2024. Mari kita melihat drama drama yang akan terjadi berikutnya.
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute