Kalau pemerintah kreatif dan tidak songong, ada banyak hal yang dapat dilakukan demi mencegah kenaikan harga BBM bersubsidi yang membebani rakyat.
Misalnya dengan menghentikan pengeluaran yang tidak perlu seperti pembangunan ibukota baru yang abal-abal. Atau mengurangi pengeluaran untuk lembaga-lembaga yang tidak efektif, seperti Mahkamah Konstitusi yang mendapatkan kenaikan anggaran empat kali padahal kinerja payah.
Juga perlu untuk memotong staffing yang berdasarkan utang budi, seperti Basuki Tjahaja Purnama yang kini ditempatkan sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.
Demikian antara lain disampaikan ekonom senior DR. Rizal Ramli dalam perbincangan dengan redaksi , Minggu pagi (4/9).
“Inflasi secara umum 5 persen. Tapi inflasi makanan sudah 11,5 persen. Rakyat betul-betul sedang susah, kok pemerintah tega menaikkan naikkan harga BBM,” ujarnya.
“Apa bisa ditunda atau dicari alternatif lain tanpa perlu menaikkan harga BBM?” tanya dia yang lansung dijawabnya sendiri, “Bisa banget.”
“Akibat kenaikan BBM, ekonomi rakyat yang mulai membaik, eh digebuk malah rontok,” sambungnya lagi.
Mantan Menko Perekonomian di era Abdurrahman Wahid ini juga mengatakan, kenaikan harga BBM tidak perlu dilakukan karena harga minyak mentah dunia sudah mulai turun.
Harga minyak mentah di pasar dunia memang sempat naik sampai 120 dolar AS per barel. Namun hari ini sudah kembali turun ke 89 dolar AS per barel.
“Trend harga turun, ngapain BBM dalam negeri naik, kecuali menutup inefisiensi Pertamina?” ujarnya.
Menurut catatan Rizal Ramli, pemerintahan Jokowi ini memang tidak kreatif, dan selalu mencari cara gampang seperti menambah utang, menaikkan harga, yang semuanya bikin rakyat makin susah.
“Pejabat yang ilmunya cujma segitu, ndak usah S3. Negara lain menurunkan harga BBM, Indonesia menaikkan. Dasar koplok,” ujarnya geram.
“Bagaimana caranya tidak perlu menaikkan harga BBM? Pemerintah hentikan pengeluaran yang tidak perlu, seperti proyek ibukota baru abal-abal itu, kurangi pengeluaraan lembaga-lembaga negara seperti Mahkamah Konsitusi yang anggarannya malah dinaikan empat kali, padahal kinerja payah! Badan-badan dan staffing potong,” ujarnya.
Lalu, cara lain yang dapat dilakukan dengan memerintahkan Komisaris dan Direksi potong inefisiensi Pertamina dan PLN sebesar 20 persen.
“Itu bukan hal yang sulit asal mereka bersih dan profesional, bukan titipin politik dan utang budi Jokowi seperti Ahok. Kalau itu dilakukan, tidak perlu BBM naik,” ujar Rizal Ramli lagi.
Hal lain yang juga bisa dilakukan pemerintah dengan mengurangi cicilan pokok dan bunga yang tahun ini sebesar Rp 805 triliun. Itu artinya sepertiga dari APBN dan merupakan pos anggaran utama Jokowi.
“Jika dilakukan debt-swap, termasuk debt-to-nature swap, cicilan bisa berkurang seperempatnya, atau sekitar Rp 200 triliun, dan harga BBM tidak perlu naik!” kata Rizal Ramli lagi.
Esensi dari semua persoalan ini, sebut Rizal Ramli, sebetulnya sederhana saja, yakni pemerintahan Jokowi tidak kreatif dan tidak berpihak pada rakyat.
“Bisanya hanya ‘nambah utang mahal’ dan ‘naikkan harga’ yang bikin susah rakyat. Padahal ada cara lain, tidak perlu naikkan BBM. Pemerintah tidak kreatif, tapi songong pula. Jokowi wis, cukup sudah,” demikian DR. Rizal Ramli.